“Harga beras di tingkat konsumen saya pastikan akan naik hingga awal 2024, tetapi kenaikannya tidak akan terlalu tinggi karena sampai sekarang pun belum pernah menyentuh level HET,” ujarnya.
Masalah Lebih Urgen
Bagaimanapun, Dwi menggarisbawahi, isu pangan yang lebih urgen untuk dicermati saat ini justru terletak pada kondisi stok beras yang dikelola negara, alih-alih pergerakan harganya.
“Ini yang perlu hati-hati. Data dari Perum Bulog yang saya dapatkan, per 1 Agustus 2023, cadangan di Bulog saat ini ada 823.000 ton untuk beras kuantumnya. Cadangan beras pemerintah [CBP] 756.000 ton, tetapi yang berasal dari serapan dalam negeri hanya 223.000 ton, sisanya 540.000 ton dari impor,” paparnya.
Dengan kondisi stok beras kelolaan Bulog itu, Dwi pesimistis Bulog dapat mengamankan target serapan dalam negeri sebanyak 2,4 juta ton pada tahun ini.
“Ini stok di Bulog sangat tidak aman karena Bulog ditugaskan untuk menyerap 2,4 juta ton beras dari petani. Namun, saat ini [CBP] cuma 750.000-an ton, padahal ke depan produksi saat panen hanya sedikit dan menjadi rebutan dengan [penggilingan] swasta. Jadi, stok yang dimiliki pemerintah saat ini sangat tidak aman karena jauh lebih rendah dari harapan.”
Di tengah kondisi tersebut, Dwi menegaskan bahwa Bulog harus mengendalikan stok minimal 1,5 juta ton pada akhir tahun ini untuk menstabilkan harga beras di tingkat konsumen hingga awal tahun depan.
Dia pun memperkirakan stok beras Bulog berisiko tidak akan bertahan lama di tengah perpanjangan mandatori penyaluran bantuan sosial (bansos) pangan oleh pemerintah sampai dengan akhir tahun ini.
Untuk kebutuhan bansos kepada lebih dari 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) selama tiga bulan saja, Bulog membutuhkan setidaknya 600.000 ton dari CBP. “Kalau berasnya dikeluarkan untuk bansos, katakanlah 750.000 ton, maka habis lah stok Bulog,” kata Dwi.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, dalam hal penjagaan stok dan harga beras, pemerintah sudah menugaskan Bulog menyerap 2,4 juta ton beras –yang mayoritas dari dalam negeri– atau naik dari realisasi tahun lalu sebanyak 990.000 ton.
“Sumber pertama harus berasal dari dalam negeri. Kita harus menjaga [serapan] di tingkat petani dan inflasi di hilir [konsumen] dengan baik, karena itu akan memengaruhi daya beli masyarakat,” ujarnya, Senin (31/7/2023).
Dia melanjutkan, Presiden Joko Widodo telah memandatkan agar cadangan pangan pemerintah (CPP) mencapai 1 juta ton dalam satu bulan ke depan. Sampai dengan saat ini, dia mengatakan CPP yang dikelola BUMN sektor pangan telah mencapai 800.000 ton.
“Dalam 3 bulan terakhir, kami juga memberikan bantuan pangan berupa beras untuk 21,35 juta keluarga penerima manfaat [KPM] yang datanya ada di Kementerian Sosial. Mereka diberikan 10 kg beras selama 3 bulan. Kami juga sudah siapkan Bulog untuk melakukan hal yang sama Oktober—Desember. Jadi, akan ada alokasi 21,35 juta KPM lagi dikali 10 kg atau setara dengan 600.000 ton beras. Jadi kalau dikali dua, 1,2 juta ton plus program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan [SPHP] yang terus diberikan 1,2 juta ton. Jadi Bulog ekstra keras kerjanya,” tuturnya.
Di sisi lain, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Pudji Ismartini mengatakan selama Juli 2023, rata-rata harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani Rp5.629/kg atau naik 1,55% secara month to month (mtm) dan 23,19 secara year on year (yoy). GKP di tingkat penggilingan Rp5.764/kg atau naik 1,61% mtm dan 23,10% yoy.
Adapun, rata-rata harga gabah kering giling (GKG) di tingkat petani Rp6.389/kg atau naik 0,75% mtm dan 22,62% yoy, sedangkan di tingkat penggilingan Rp6.506/kg atau naik 0,70% mtm dan 22,22% yoy.
"Pada Juli 2023, rata-rata harga beras kualitas premium di penggilingan mencapai Rp11.537/kg, naik 0,11% mtm dan 19,83% yoy. Beras kualitas medium Rp11.121/kg atau naik 0,37% mtm dan 22,31% yoy," ujarnya, Selasa (1/8/2023).
Sekadar catatan, pemerintah juga telah memberlakukan harga patokan beras terbaru melalui Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 7/2023 tentang HET Beras. Rata-rata harga beras mengalami kenaikan dengan dan HET masih sama seperti sebelumnya dikelompokkan berdasarkan zonasi.
Daftar Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras berdasarkan zonasi:
Zona 1: Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi
- HET beras medium Rp. 10.900/kg, naik dari Rp 9.950/kg
- HET Beras premium Rp. 13.900/kg, naik dari Rp 12.800/kg
Zona 2: Sumatra selain Lampung dan Sumsel, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan
- HET beras medium Rp. 11.500/kg, naik dari Rp 9.950/kg
- HET beras premium Rp.14.400/kg, naik dari Rp 13.300/kg
Zona 3: Maluku dan Papua
- HET beras medium Rp. 11.800/kg, naik dari Rp 10.250/kg
- HET beras premium Rp. 14.800/kg, naik dari Rp 13.600/kg
(wdh)