Partai-partai konservatif seperti Bhumjaithai dan Palang Pracharath diperkirakan akan bergabung dengan koalisi baru ini. Dua partai ini akan meningkatkan dukungan terhadap Srettha di DPR yang beranggotakan 500 orang.
Kemenangan Srettha dapat membantu memecah kebuntuan politik yang mengguncang pasar keuangan Thailand sejak pemilihan umum 14 Mei. Saham-saham dan nilai tukar baht memang telah menguat dalam beberapa minggu terakhir. Namun, dana-dana asing masih melakukan penjualan bersih sekitar US$3,5 miliar saham tahun ini.
Para analis termasuk Rakpong Chaisuparakul dari KGI Securities menilai, prospek pasar diperkirakan akan lebih cerah di bawah pemerintahan Partai Pheu Thai. Kebijakan-kebijakan partai tersebut diprediksi akan lebih ramah terhadap investor dibandingkan Move Forward, yang berkampanye untuk mengekang pengaruh bisnis.
Saham-saham yang terkait dengan beberapa taipan Thailand seperti Advanced Info Service Pcl, Gulf Energy Development Pcl dan True Corp. Pcl telah menghapus sebagian besar kerugian mereka sejak pemilihan umum bulan Mei.
Kepulangan Thaksin
Para anggota parlemen belum pasti akan mengadakan pemungutan suara pada Jumat depan. Mereka masih harus menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap petisi Kantor Ombudsman untuk memeriksa renominasi Pita. Pemimpin Move Forward ini gagal pada 13 Juli untuk mengumpulkan suara yang dibutuhkan untuk menjadi perdana menteri, sementara upaya kedua seminggu kemudian diblokir oleh anggota parlemen yang pro-kemapanan.
Jika pengadilan menerima petisi tersebut, Majelis Nasional akan menunggu keputusan hakim, yang dapat memakan waktu satu minggu atau lebih.
Pheu Thai, yang memenangkan jumlah kursi terbanyak dalam setiap pemilihan umum nasional selama dua dekade terakhir, berada di bawah tekanan untuk membentuk pemerintahan berikutnya menjelang rencana kembalinya Thaksin dari pengasingannya selama 15 tahun minggu depan.
Partai ini juga memiliki dua kandidat perdana menteri lainnya sebagai cadangan: Putri bungsu Thaksin, Paetongtarn Shinawatra, dan mantan jaksa agung Chaikasem Nitisiri.
Yuttaporn Issarachai, seorang ilmuwan politik di Universitas Terbuka Sukhothai Thammathirat, mengatakan bahwa ini adalah kesempatan terakhir Pheu Thai untuk memimpin pemerintahan karena ia kehilangan basis dukungan dari partai Move Forward yang lebih progresif.
"Kepulangan Thaksin memainkan peran besar dalam keharusan bagi Pheu Thai untuk berada di pemerintahan setelah sembilan tahun," kata Yuttaporn. "Sekarang adalah kesempatan terakhir mereka untuk memanfaatkan kesempatan ini. Pheu Thai tidak lagi memonopoli suara pro-demokrasi."
Move Forward memenangkan 151 kursi dalam pemilu setelah menyapu bersih Bangkok, sebuah medan pertempuran tradisional antara Pheu Thai dan saingan konservatifnya, dan sekitar 39% suara populer. Namun, janjinya untuk mengamandemen undang-undang penghinaan kerajaan yang juga dikenal sebagai Pasal 112, yang disertai dengan hukuman penjara, dan dorongan untuk mereformasi militer, telah membuat gusar para senator.
Pheu Thai harus menghadapi protes dari para pendukungnya dan pengikut Move Forward jika mereka beraliansi dengan salah satu partai yang didukung militer.
Srettha dan Paetongtarn sebelumnya telah berjanji untuk tidak bersekutu dengan kelompok-kelompok yang didukung oleh perdana menteri Prayuth Chan-Ocha dan Prawit Wongsuwan. Mereka berada di balik kudeta yang menggulingkan pemerintahan saudara perempuan Thaksin, Yingluck Shinawatra, pada 2013.
Bahkan jika seorang perdana menteri didukung oleh parlemen, gejolak politik mungkin masih akan tetap ada, menurut Tim Leelahaphan, seorang ekonom di Standard Chartered Bank Plc yang berbasis di Bangkok.
"Mungkin diperlukan beberapa bulan agar kegaduhan politik berangsur-angsur berkurang," kata dia.
-Dengan bantuan dari Anuchit Nguyen.
(bbn)