“Kalau sekarang sudah terlambat. Saya sudah ngomong dahulu ke Pak Ridwan Kamil agar jangan cuma bicara kereta cepatnya. Seharusnya dipikirkan juga akses ke Karawang, Padalarang, dan Tegalluar. Sediakan ini loh angkutan feeder-nya, yang enggak ada sekarang cuma feeder. Kalau keretanya ada dari Padalarang ke Stasiun Bandung,” ujar Djoko.
Sebelumnya, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) I Kartika Wirjoatmodjo mengutarakan kritiknya kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI terkait dengan pengerjaan proyek KCJB, yang melupakan pembangunan akses jalan dari stasiun Halim dan Karawang ke ruas jalan utama maupun jalan tol.
Dalam sebuah kesempatan pada Selasa (1/8/2023), pria yang akrab disapa Tiko itu bahkan menyebut kelalaian yang baru disadari pada November 2022 tersebut sebagai sebuah kesalahan “bodoh”. Walhasil, stasiun Karawang dan Padalarang berisiko mengalami keterlambatan operasional.
“Saya bilang [kepada PT KAI] gimana dahulu perencanaannya? Kok bisa kelewatan masalah jalan enggak ada. Baru sekarang mau dibangun,” tuturnya.
Bukan Salah KAI
Menanggapi sorotan Tiko, Djoko berpendapat masalah “kelupaan” pembangunan akses jalan tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan semata pada PT KAI lantaran perseroan hanya bertindak sebagai operator.
Pada saat perencanaan awal KCJB, jelasnya, tidak ada pembagian wewenang yang jelas antar-BUMN yang tergabung dalam PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) terkait dengan perencanaan akses jalan dari dan ke stasiun-stasiun kereta cepat.
Tidak hanya itu, lanjut Djoko, pemda yang semestinya juga bertanggung jawab atas perencanaan akses jalan tidak menjalankan tugasnya dengan baik.
“Kalau soal akses jalan, juga ada wewenang di pemda. Semestinya [saat proses perencanaan] harus ada [peran] Kementerian Dalam Negeri yang mengkoordinasikan, karena nanti pada enggak mau jadi operator kalau disalah-salahin terus. BUMN juga seharusnya punya inisiatif karena soal akses ini sebenarnya sudah lama kami bicarakan, tetapi tidak didengar,” tegasnya.
Pembangunan Belum Siap
Djoko menambahkan, bukan hanya soal akses jalan dan feeder, sampai saat ini sebenarnya pembangunan beberapa stasiun KCJB pun belum rampung 100%. Hal tersebut semestinya menjadi catatan pemerintah sebelum melakukan soft launching kereta cepat bulan ini.
“Pembangunan stasiun belum selesai. Fasilitas penunjangnya juga belum lengkap. Kita cuma lihat fasilitas utamanya saja, keretanya wara-wiri, tetapi fasilitas penunjangnya belum dituntaskan. Kalau Stasiun Halim sih sudah, karena dia masuk Jakarta, tetapi sisanya belum,” ujarnya.
PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebelumnya melaporkan progres pengerjaan proyek Kereta Cepat Jakarta—Bandung saat ini sudah mencapai 92%. Perusahaan memastikan uji coba fasilitas tersebut kepada masyarakat umum akan dilakukan sesuai jadwal pada 18 Agustus 2023.
Sementara itu, pengerjaan stasiun-stasiun KCJB juga diklaim hampir rampung. Pembangunan Stasiun Halim, Karawang, dan Tegalluar dilaporkan telah mencapai 95%, sedangkan Stasiun Padalarang 65%.
Saat ini, Indonesia sudah memiliki 11 rangkaian kereta penumpang KCJB. Seluruhnya diparkir di Depo Tegalluar dan bersiap untuk disertifikasi oleh Kementerian Perhubungan guna memastikan kelayakan operasionalnya.
KCJB merupakan proyek strategis yang melibatkan pemerintah lewat BUMN dan konsorsium China. Keduanya membentuk KCIC dengan nilai proyek US$1,52 miliar berupa setoran modal. Sisanya US$4,55 miliar adalah pinjaman dari China Development Bank (CDB).
Setoran modal ini merupakan hasil gabungan dari BUMN lewat PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) sebanyak US$911 juta. Gabungan tersebut beranggotakan PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Perkebunan Nusantara VIII, PT Jasa Marga Tbk (JSMR), dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA).
Sementara itu, konsorsium China menyetor dana US$610 juta. Mereka beranggotakan China Railway Internasional Co Ltd, China Railway Group Limited, CRRC Corporation Sinyal and Communication Co, dan Sinohydro Corporation Limited
Dalam dokumen lanjutan, pemerintah melakukan penyertaan modal negara (PMN) kepada PT KAI sebesar Rp 3,2 triliun. Tujuan PMN adalah sebagai suntikan modal baru karena pembengkakan biaya proyek KCIC.
Pada April, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengumumkan China menyepakati pembengkakan biaya senilai US$1,2 miliar untuk proyek KCJB, dengan bunga pinjaman sebesar 4%.
(wdh)