Secara kumulatif, selama enam bulan pertama tahun 2023, total kunjungan turis asing mencapai 5,18 juta pelancong. Angka itu masih jauh dibandingkan masa sebelum pandemi yang mencapai 7,74 juta orang pada semester I-2019. Sebelum pandemi Covid-19, kunjungan turis asing ke Indonesia jumlahnya berkisar 16-17 juta orang setiap tahun.
Sepanjang tahun ini, kedatangan turis asing mayoritas masih didominasi pelancong dari ASEAN yaitu Singapura (16,41%), Malaysia (15,88%) dan Australia (12,47%).
BPS juga mencatat adanya kenaikan tingkat hunian kamar di hotel berbintang pada Juni lalu, yang naik 3,39 poin secara tahunan dan naik 4,65 poin dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara rata lama tamu menginap di hotel berbintang juga naik sebesar 0,05 poin dibandingkan tahun lalu, yaitu mencapai 1,66 hari.
Apabila melihat data lebih detil, terlihat bahwa lama kunjungan turis asing dari ASEAN mayoritas lebih singkat yaitu hanya 3,33 hari per Juni 2023, menurun dibandingkan 5,29 hari pada Juni 2022 dan 3,38 hari pada Mei 2023.
Turis asing dari Tiongkok juga berkunjung lebih singkat dibanding tahun lalu dengan rata-rata lama tinggal 28,72 hari, masih lebih rendah dibanding Juni tahun lalu yang mencapai 30,16 hari walaupun lebih lama dibanding bulan sebelumnya. Secara umum, turis Asia di luar ASEAN mencatat kunjungan lebih lama dibandingkan Mei lalu maupun Juni 2022.
Turis asing dari Timur Tengah mencatat lama tinggal lebih lama dalam kunjungannya ke Indonesia pada Juni, rata-rata 14,12 hari namun masih jauh lebih singkat dibanding tahun lalu yang mencapai 24,49 hari. Namun, kedatangan turis dari kawasan ini melonjak paling tinggi selama Juni mencapai 41,5% dibandingkan bulan sebelumnya.
Begitu juga pelancong dari Amerika dan Afrika juga memperlihatkan tren serupa. Sebaliknya, turis dari Eropa mencatat penurunan kunjungan sebesar 3,6% dengan masa tinggal lebih singkat juga.
Gagap memanfaatkan euforia pariwisata
Indonesia terlihat tertatih memanfaatkan momentum euforia wisata pascapandemi yang tengah menjangkiti dunia. Ketika euforia 'revenge tourism' alias wisata balas dendam masyarakat dunia masih membara, Indonesia justru mengakhiri program bebas visa bagi 159 negara pada Juni lalu.
Kebijakan bebas visa disisakan hanya untuk wisatawan dari 10 negara di ASEAN. Pencabutan kebijakan tersebut kontras dengan upaya negara-negara lain yang terlihat berjibaku memperebutkan kue ekonomi menyusul euforia 'revenge tourism'.
Singapura misalnya, jeli memanfaatkan momen masyarakat yang haus hiburan pasca pandemi. Pemerintah Negeri Merlion berhasil menggaet kepercayaan para pesohor dunia seperti Coldplay dan Taylor Swift untuk menggelar konser hingga lebih dari satu hari dan dipastikan akan menarik banyak sekali wisatawan dari ASEAN dan Asia untuk datang ke negeri kecil tersebut.
Coldplay, band asal Inggris, bahkan setuju untuk menggelar konser selama enam hari berturut-turut. Sementara di Indonesia hanya satu hari.
Beberapa ajang internasional seperti Grand Prix Formula Satu yang akan digelar September nanti di Singapura juga dipastikan akan melesatkan kunjungan pelancong global.
Sementara Thailand, meski mencatat perlambatan kunjungan turis asing terimbas kelesuan China, kunjungan turis ke Negeri Gajah Putih itu mencapai 2 juta per bulan sejak Desember-Mei lalu.
Tahun ini, kunjungan turis asing ke Thailand diprediksi mencapai 26-28 juta, menurut perhitungan analis RHB Bank seperti dilansir oleh Bloomberg News. Angka itu memang masih lebih rendah dibanding era prapandemi yang bisa mencapai 40 juta turis asing.
Seperti Singapura, Thailand juga memanfaatkan euforia masyarakat menikmati hiburan seperti konser musik. Negeri itu berhasil meyakinkan Coldplay menggelar pertunjukan dua hari berturut-turut dan dipastikan kalangan penggemar di negara-negara tetangga yang tidak kebagian tiket nonton, akan mendatangi Thailand untuk menikmati aksi Chris Martin dan kawan-kawan.
Evaluasi dan Golden Visa
Setelah pencabutan kebijakan bebas visa ke 159 negara itu sejak Juni, pemerintah dalam pernyataan terakhir mengungkapkan tengah mengevaluasi lagi.
"Dulu kita ada bebas visa kunjungan kepada 159 negara ditambah 10 negara ASEAN. Ini nanti akan dievaluasi berbasis tiga hal yaitu reciprocity, kebermanfaatan, dan keamanan, tentunya ini yang akan menjadi panduan,” ujar Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno.
Indonesia menargetkan kunjungan turis berkualitas dalam arti mereka yang berkunjung dalam waktu lebih lama, di atas tujuh hari dengan nilai pengeluaran minimal US$1.000 per turis atau sekitar Rp15,1 juta dengan kurs dolar AS saat ini.
Indonesia juga tengah memfinalisasi kebijakan golden visa alias visa emas yang memberikan izin tinggal lebih lama bagi para profesional dan pebisnis asing. Bila tidak ada aral melintang, kebijakan golden visa itu akan dirilis dalam satu-dua minggu ke depan, seperti dinyatakan oleh Menteri Koordinator Bidang Investasi dan Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan, sebagaimana diwartakan oleh kantor berita Antara.
Golden visa bisa diberikan pada perusahaan maupun individu. Bagi perusahaan, golden visa bisa diberikan pada perusahaan yang melakukan investasi riil sedikitnya senilai US$50 juta dolar. Sementara bagi individu, nilai investasi minimal adalah sebesar US$350.000 di Surat Berharga Negara, kata Dirjen Imigrasi Silmy Karim sebagimana diwartakan oleh Tempo. Pemegang golden visa bisa mendapatkan multi-entry visa yang berlaku sampai 5-10 tahun di mana di Indonesia mereka bisa melakukan kegiatan bisnis.
Beberapa negara telah berhasil menempuh strategi golden visa itu untuk menarik lebih banyak -apa yang disebut- turis berkualitas. Seperti Uni Emirat Arab, Singapura, dan sejumlah negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.
Bantuan untuk rupiah
Menggenjot turis asing datang dengan nilai pengeluaran yang signifikan bisa membantu neraca dagang jasa agar memperbaiki defisit. Pada kuartal I-2023 lalu, defisit neraca perdagangan jasa Indonesia tercatat sebesar US$ 4,6 miliar, sedikit lebih rendah dibanding kuartal sebelumnya sebesar US$ 5,5 miliar.
Namun lebih dalam dibandingkan kuartal I-2022 yang sebesar US$ 4,4 miliar, menurut laporan Bank Indonesia.
Penurunan defisit secara kuartalan itu, menurut bank sentral ditopang oleh kinerja jasa perjalanan (travel) yang terus menguat seiring dengan mobilitas yang meningkat dan dampak positif dari pembukaan ekonomi Tiongkok sehingga mendorong kenaikan kunjungan wisatawan mancanegara.
Namun, dengan penghentian visa bebas kunjungan, ada potensi penurunan kinerja yang bisa berimbas pada semakin lebarnya defisit neraca dagang jasa. Bila defisit neraca dagang jasa makin melebar, dampaknya buruk bagi neraca berjalan. Ujung-ujungnya, sokongan terhadap nilai tukar juga mengendur.
-- dengan bantuan laporan dari Ezra Sihite.
(rui)