Di sisi lain, BPH Migas memproyeksikan konsumsi BBM bersubsidi tahun ini naik 6%—10% dibandingkan dengan tahun lalu, seiring dengan dicabutnya restriksi mobilitas masyarakat memasuki periode endemi.
Iwan mengatakan untuk memastikan kuota BBM bersubsidi tersalurkan sampai tutup tahun, BPH Migas telah membentuk Tim Satuan Tugas (Satgas) Pengawasan dan Monitoring BBM Subsidi yang bertugas memastikan konsumsi JBT dan JBKP hanya kepada masyarakat yang berhak.
Selain melalui pembelian BBM bersubsidi via kode respons cepat atau quick response (QR) code, Iwan mengatakan pengawasan distribusi JBT dan JBKP dilakukan melalui penerbitan surat rekomendasi pembelian BBM subsidi oleh pemerintah daerah.
“Kenyataannya, banyak surat rekomendasi yang masih perlu diklarifikasi lagi. Sebagai contoh, kebutuhan melaut nelayan misalnya sekitar 20 liter BBM untuk 2 hari dan biasanya beristirahat sehari untuk tidak melaut. Namun, yang terjadi, nelayan setiap hari mengambil jatah BBM subsidi dan kemudian dijual ke pengepul. Ini yang akan kita tertibkan, bekerja sama dengan pemerintah daerah dan instansi terkait agar dilakukan perhitungan bersama kebutuhan masing-masing nelayan atau petani,” paparnya.
Anggota Komite BPH Migas Eman Salman Arief menambahkan satgas yang baru dibentuk beranggotakan wakil dari BPH Migas dan PT Pertamina (Persero), yang bertugas melakukan pemantauan kuota BBM bersubsidi di seluruh Indonesia.
Selain itu, mitigasi pencegahan kelebihan kuota, terutama di wilayah dengan potensi penyalahgunaan seperti kawasan pertambangan, perkebunan, dan pelabuhan.
“Tiim gabungan ini nantinya secara intensif akan melakukan pemantauan ke TBBM [terminal bahan bakar minyak], SPBU [stasiun pengisian bahan bakar umum], serta diutamakan pemantauan daerah-daerah yang berdekatan dengan wilayah pertambangan. Sebagaimana diketahui, Pemerintah telah melarang penggunaan BBM subsidi untuk kegiatan pertambangan,” kata Eman.
(wdh)