Berdasarkan data perusahaan, realisasi penumpang GIAA pada 2022 mencapai 14,85 juta, naik dari 2021 sebanyak 10,96 juta, dan 2020 sejumlah 10,88 juta.
Akan tetapi, dalam tren sebelum wabah Covid, penumpang GIAA tercatat menembus 31,89 juta 2019; 38,44 juta pada 2018; 36,23 juta pada 2017; 34,99 juta pada 2016; 32,96 juta pada 2015; dan 29,13 juta pada 2014.
Irfan menjelaskan target pertumbuhan penumpang Garuda pada tahun ini akan dicapai melalui ekspansi rute, termasuk penambahan frekuensi penerbangan, terutama di rute-rute dengan performa positif.
“Baik domestik maupun internasional. Lalu juga melalui ekspansi jaringan penerbangan umrah dari beberapa kota besar di Indonesia,” jelasnya.
Berdasarkan laporan keuangan GIAA yang dilansir Selasa (1/8/2023), perusahaan meraup pendapatan US$1,39 miliar pada semester I-2023, naik 58,85% secara tahunan.
Kenaikan pendapatan disokong oleh bisnis penerbangan berjadwal senilai US$1,10 miliar atau tumbuh 62,70% year on year (yoy), penerbangan tidak berjadwal US$142,45 juta atau tumbuh 62,68%, serta pendapatan lain-lain US$151,37 juta atau naik 33% yoy.
Bagaimanapun, perusahaan masih membukukan kerugian bersih US$76,38 juta pada semester I-2023, yang diklaim turun 30,59% yoy.
Irfan mengatakan penurunan rugi dan kenaikan pendapatan tersebut merupakan cerminan positif dari performa Garuda pascarestrukturisasi utang akhir 2022. Dia memastikan, profitabilitas perusahaan dalam jangka panjang akan tetap terjaga optimal.
“Fondasi kinerja keuangan ini tentunya tidak terlepas dari berbagai fase restrukturisasi yang berhasil dirampungkan perseroan pada akhir tahun lalu, hingga berhasil mengantarkan Garuda mencatatkan laba US$3,81 miliar, yang turut dikontribusikan oleh pendapatan dari restrukturisasi utang yang dijalankan,” ujarnya.
(wdh)