Gubernur Philip Lowe punya kesempatan langka karena sebelumnya Bank Sentral Amerika Serikat (AS) sudah terlebih dulu menggelar rapat. Juga Bank Sentral Inggris (BoE) dan Bank Sentral Uni Eropa (ECB). Ini akan memberikan RBA gambaran yang lebih baik mengenai kondisi global.
Konsensus pasar memperkirakan berbagai bank sentral sudah dekat dengan puncak suku bunga (terminal rate). Namun RBA sepertinya dalam posisi serupa dengan Bank Sentral Korea (BoK), yaitu ekonomi melambat tetapi tidak dengan inflasi.
RBA memperkirakan puncak inflasi akan terjadi pada kuartal IV-2023. Saat itu, inflasi diperkirakan mencapai 6,9%.
Lowe beberapa kali menyebut bahwa RBA tidak menjalankan kebijakan suku bunga sesuai pola, tetapi melakukan apa yang dibutuhkan untuk membawa inflasi ke kisaran 2-3%.
“Bank sentral akan memilih pengetatan lebih lanjut. Namun berbagai data menunjukkan bahwa mereka sudah melakukan cukup untuk meredam inflasi” sebut Ekonom Bloomberg Economics James McIntyre.
Tekanan inflasi membuat RBA bukan tidak mungkin menaikkan suku bunga acuan sampai 40 bps, kata Gareth Aird dari CBA. “Risikonya lebih mengarah ke 50 bps,” ujar Catherine Birch dari ANZ.
Ticehurst dan Birch memperkirakan RBA akan mengerek suku bunga sampai ke 3,85% pada Mei. Sementara Aird memperkirakan suku bunga akan ditahan selepas Februari.
Kenaikan suku bunga yang agresif membuat pasar properti di Australia melemah. Penjualan ritel pun turun. Penciptaan lapangan kerja juga melambat.
Lowe berharap Australia tetap bisa mengalami soft landing. Menurut Dana Moneter Internasional (IMF), kemungkinan ke arah sana cukup terbuka.
China, mitra dagang utama Australia, telah mencabut kebijakan zero Covid-19. Inflasi di berbagai negara sudah mereda. Kondisi global secara umum sudah membaik.
(bbn)