Wanita berusia 78 tahun ini adalah aktivis pro demokrasi yang melawan kekuasaan pemerintah militer Myanmar. Dia menjadi salah satu tokoh utama perlawanan tanpa kekerasan terhadap pemerintah militer yang otoriter sejak Agustus 1988.
Dia mendirikan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi atau NLD yang bertujuan merebut kekuasaan dan membangun negara yang demokratis. Pemerintah militer kemudian mengenakan tahanan rumah kepada tokoh ini dari 1990 hingga 2010.
Perjuangannya ini kemudian membawanya meraih Nobel Perdamaian pada 1991. Dia dianggap menjadi tokoh perlawanan terhadap rezim otoriter di Myanmar.
Usai bebas, dia bersama NLD mulai melakukan kegiatan politik untuk memenangkan pemilihan umum. Aung San Suu Kyi sendiri sempat berencana menjadi presiden Myanmar pada Pemilu 2015, akan tetapi tersandung sejumlah aturan.
Meski demikian, NLD meraup mayoritas suara dalam pemilu tersebut. Pemerintahan Junta diganti Presiden Htin Kyaw pada 2016-2018 yang kemudian digantikan Win Myint pada 2018-2021.
Aung San Suu Kyi memang tak menjadi presiden Myanmar, tetapi perannya dalam pemerintahan Htin Kyaw dan Win Myint sangat kuat. Bahkan, dia menyandang sebutan sebagai penasihat negara.
Pemerintahan yang diusung Ang San Suu Kyi itu perlahan kehilangan dukungan masyarakat dan dunia internasional. Terutama, saat pemerintah Myanmar dianggap abai komunitas muslim di Rohingya. Sejumlah kritik pun mulai bermunculan terhadap rezim tersebut.
Hingga akhirnya, militer melakukan kudeta dan menangkap Ang San Suu Kyi, 1 Februari 2021.
(bbn)