Badan Pusat Statistik melaporkan, inflasi Indeks Harga Konsumen pada Juli lalu semakin melandai ke posisi 3,08%, lebih rendah ketimbang perkiraan mayoritas ekonom dan melanjutkan tren penurunan yang sudah berlangsung sejak Februari 2023. Inflasi inti Juli tercatat turun lebih rendah ketimbang perkiraan ekonom ke posisi 2,43%.
Adapun secara bulanan, inflasi Juli tercatat lebih tinggi ketimbang bulan sebelumnya sebesar 0,21% akibat laju inflasi biaya transportasi dan biaya pendidikan seiring libur panjang sekolah dan dimulainya tahun ajaran baru.
Penurunan inflasi IHK maupun inflasi inti pada Juli menandai tiga bulan berturut-turut terjangkarnya tekanan harga. Namun, terlihat bahwa penurunan inflasi inti lebih dramatis ketimbang inflasi IHK. Inflasi inti, yang tidak memasukkan harga energi dan makanan bergejolak, tercatat sudah melandai sejak Maret lalu dengan penurunan lebih dalam dan lebih cepat ketimbang inflasi IHK.
Penurunan inflasi inti sebagai ukuran yang sering dilihat sebagai cerminan daya beli masyarakat, dengan lebih cepat dan lebih dalam, melontarkan kecemasan tentang pelemahan daya beli domestik di mana itu dapat mengancam kinerja motor utama pertumbuhan ekonomi RI: konsumsi rumah tangga.
Langkah pemerintah menggelontorkan bantuan sosial berupa pembagian beras 10 kilogram kepada 21 juta rumah tangga di Indonesia pada kuartal IV nanti, menurut penilaian analis, belum akan cukup membantu mengungkit daya beli.
"Akan ada dampaknya, tapi tidak besar. Dampak bansos hanya sebagai bantalan pelindung saja sehingga di tengah kondisi normal tidak terlalu besar," komentar Lionel Prayadi, Macro Strategist Samuel Sekuritas.
Di sisi lain, memberikan insentif likuiditas pada perbankan melalui penurunan Giro Wajib Minimum senilai Rp48 triliun juga dipandang hanya akan mendorong lebih banyak penumpukan likuiditas di pasar surat utang dan pasar uang antar bank. Lebih dari itu, untuk membangkitkan lagi permintaan kredit bank yang terus melemah, yang dibutuhkan adalah penyesuaian bunga acuan.
Belum Cukup Ruang
Akan tetapi, kendati inflasi IHK sudah terjangkar di target sejak Mei lalu dengan inflasi inti yang lebih cepat lagi terjinakkan, sebagian ekonom melihat ruang bagi Bank Indonesia untuk memulai pelonggaran moneter belum cukup luas.
"Rupiah masih rentan terhadap tekanan jual dengan pelemahan permintaan global dan risiko pengetatan lebih lanjut oleh Federal Reserve. Inflasi yang melandai kemungkinan belum akan mempengaruhi BI untuk memulai pemangkasan bunga acuan," kata Ekonom Bloomberg Economics Tamara M Henderson.
Rupiah memang masih menghadapi risiko ketidakpastian arah bunga global kendati data terbaru inflasi Amerika sejauh ini telah menurunkan ekspektasi pasar terhadap kenaikan lebih lanjut FFR ke 5,75% di sisa tahun ini.
Mengawali Agustus ini, rupiah 'terbanting' ke kisaran Rp15.118/US$ kendati ada begitu banyak data positif yang seharusnya mampu menaikkan pamor aset rupiah.
Aktivitas manufaktur RI melanjutkan ekspansi hampir dua tahun tanpa putus di tengah kelesuan ekonomi Tiongkok, salah satu mitra dagang utama RI.
Di sisi lain, kebijakan repatriasi devisa hasil ekspor yang efektif diberlakukan hari ini juga diprediksi bisa membantu sisi suplai valas domestik setidaknya tambahan Rp900 triliun ke sistem perbankan dalam negeri.
Semakin sempitnya selisih imbal hasil surat utang RI dengan Amerika menyusul jarak bunga acuan yang tinggal seperempat basis poin, ditengarai bisa akan mudah memicu arus dana keluar dari pasar Indonesia.
Dalam konferensi pers pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur, Gubernur BI Perry Warjiyo, sejatinya telah dengan gamblang menegaskan, ukuran yang menjadi pertimbangan kebijakan bunga acuan adalah inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Inflasi domestik saat ini memang sudah jinak. Sementara, pertumbuhan ekonomi dalam perhitungan BI akan mampu mencetak angka 5,1% pada kuartal II-2023.
Dengan sinyal optimisme di balik proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal II oleh bank sentral di tengah laju kredit yang masih lesu dan daya beli yang tertahan, BI sepertinya masih akan bertahan di level bunga acuan BI7DRR 5,75% meski inflasi sudah dijinakkan. Dengan begitu, paparan terhadap risiko nilai tukar rupiah juga dapat dimoderasi agar tidak semakin liar.
(rui/aji)