Adapun penempatan dana investasi unitlink di saham hanya boleh dilakukan oleh perusahaan asuransi sendiri. Atau, bila diserahkan pengelolaannya pada MI, maka itu harus dalam bentuk Kontrak Pengelolaan Dana (discretionary fund) di mana namanya tercatat atas nama asuransi sehingga perusahaan asuransi mengetahui isi sahamnya apa saja.
Aturan itu pada akhirnya banyak mendorong perusahaan asuransi penjual unitlink melepaskan (redemption) dana investasi di reksa dana, terutama untuk produk reksa dana saham.
Data OJK mencatat, nilai investasi perusahaan asuransi jiwa di reksa dana per Juni 2023 tinggal Rp92,59 triliun. Angka itu anjlok drastis hingga 35% dibandingkan posisi Juni 2022 yang masih sebesar Rp142,06 triliun.
Kini, industri asuransi jiwa lebih banyak berinvestasi di Surat Berharga Negara sebesar Rp151,3 triliun (naik 28% year-on-year), disusul investasi di saham Rp149,34 triliun (naik 9% year-on-year), menurut data OJK.
Sementara itu, berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia, per Juni lalu, nilai asset under management milik asuransi masih menjadi yang terbesar mencapai Rp176,8 triliun.
MI Perlu Terbuka
Bagi investor yang sudah mendapatkan untung, likuidasi reksa dana di tengah jalan mungkin bukan masalah besar. Akan tetapi, bagi investor yang masih 'nyangkut' alias belum membukukan keuntungan, likuidasi tentu saja merugikan. Risiko terutama dihadapi para investor yang saat ini menempatkan dana di reksa dana yang dikelola MI dengan eksposur tinggi dari dana unitlink.
Risiko likuidasi atau pembubaran reksa dana memang menjadi salah satu risiko yang ditanggung oleh para investor. Penjelasan atas risiko itu juga wajib dimuat dalam prospektus produk reksa dana.
Ada baiknya, menurut Head of Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana, MI dengan profil yang mirip dengan FWD AM proaktif mengkomunikasikan langkah adaptasi dan strategi ke depan pada para nasabahnya.
“MI perlu mengkomunikasikan bahwa reksa dana [yang mereka kelola] masih berlanjut supaya tidak ada ketakutan [di kalangan investor]. Adanya kasus FWD pasti ada investor yang bertanya-tanya ‘kok bisa dibubarkan’, bagaimana reksa dana yang saya miliki dan sebagainya,” kata Wawan.
Di industri pengelolaan investasi, FWD AM bukan satu-satunya perusahaan aset manajemen yang berada dalam satu payung dengan perusahaan asuransi jiwa. Sebagaimana diketahui, FWD AM bersama dengan FWD Insurance -dahulu juga dikenal bernama FWD Life- berada dalam naungan FWD Group, perusahaan asuransi grup investasi Pacific Century Group, milik taipan kenamaan Hong Kong Richard Li.
Selain FWD, publik juga mengenal Eastspring Asset Management, MI yang satu grup dengan perusahaan asuransi jiwa Prudential Indonesia, menginduk pada Prudential Plc. dari Inggris. Juga ada Manulife Aset Manajemen Indonesia yang satu payung dengan Manulife Asuransi Indonesia, anak usaha Manulife Financial Corporation asal Kanada.
Berurutan selain itu, ada juga Sinarmas Asset Management yang satu grup dengan Asuransi Sinarmas. Lalu, MNC Asset Management dengan MNC Life, Avrist Asset Management dengan Avrist Assurance, dan lain sebagainya.
Regulasi baru OJK itu pada gilirannya memang ‘memaksa’ MI yang banyak terafiliasi dana kelolaan unitlink untuk memutuskan, apakah menempuh strategi baru termasuk sisi pemasaran supaya dana kelolaan bisa terus tumbuh setelah 'ditinggalkan' oleh duit dari unitlink, atau memilih strategi sebaliknya yaitu berbalik badan membubarkan reksa dana karena dinilai tidak sesuai pola bisnis perusahaan.
Dalam kasus FWD AM, mengutip pengumuman pembubaran salah satu produk reksa dana FWD Asset Philantrophy Equity Fund pada 24 April lalu, manajemen memaparkan alasan likuidasi adalah karena Nilai Aktiva Bersih reksa dana tersebut kurang dari Rp10 miliar selama 120 hari bursa berturut-turut. Sesuai ketentuan yang berlaku, manajemen akhirnya membubarkan reksa dana.
“MI yang selama ini banyak bergantung pada dana investor institusi atau yang dana kelolaannya bergantung pada induk [perusahaan asuransi melalui unitlink], harus berubah strategi. Ada yang memilih menutup produk, ada juga yang memilih strategi berbeda dengan membangun dari awal apakah itu mulai menjual lewat agen, menggarap pasar ritel [mass market], intinya mau berinvestasi lagi," kata Wawan.
Bagi manajer investasi yang terimbas dampak aturan baru PAYDI, sejatinya bisa mengoptimalkan pemasaran melalui jalur perusahaan teknologi finansial (tekfin/fintech) untuk menarik nasabah baru sehingga dana kelolaan masih berlanjut tumbuh ketika dana unitlink 'angkat kaki'.
"MI bisa milih tetap tradisional dengan jual sendiri atau kerja sama dengan bank seperti biasanya atau menambah jalur pemasaran dengan fintech, misalnya, menyasar investor ritel," jelas Wawan.
Fintech saat ini mencatat nilai pertumbuhan AUM reksa dana yang cukup stabil dengan nilai mencapai Rp28,64 triliun. Pertumbuhannya cukup pesat mengingat pada 2019 lalu nilainya baru Rp2,23 triliun atau naik 10 kali lipat hanya dalam rentang waktu tak sampai 5 tahun.
Kerugian investor
Investor yang terpaksa menelan rugi karena mendadak reksa dananya dibubarkan di tengah jalan, mau tidak mau harus legawa menerima kerugian.
Supaya bisa terhindar dari kejadian serupa di masa depan, ada beberapa tips penting yang perlu diterapkan oleh investor reksa dana sebelum memutuskan berinvestasi di sebuah reksa dana.
Pertama, prinsip people berarti seorang investor reksa dana perlu melihat siapa orang-orang di balik pengelolaan reksa dana tersebut. Informasi itu termuat dalam prospektus reksa dana yang wajib dibaca sebelum memutuskan berinvestasi di sebuah kontrak kolektif. Apakah orangnya memiliki rekam jejak yang bagus sebagai seorang pengelola dana, jam terbangnya seperti apa dan sebagainya.
Kedua, prinsip process. Ini berarti investor perlu memperhatikan bagaimana MI menerapkan strategi pengelolaan dana investasi. Idealnya, reksa dana dikelola secara efektif oleh tim dengan standar prosedur yang jelas sehingga tidak bergantung pada keberadaan satu dua orang MI saja.
"Jadi, sekalipun pengelolanya berganti, strateginya tetap sejalan," ujar Wawan.
Ketiga, prinsip parent. Siapa induk usaha manajer investasi tersebut, apakah BUMN, grup global, atau siapa?
Hal itu penting karena ketika ada masalah di tengah jalan, posisi induk usaha sangat menentukan solusi yang diambil.
"Pada beberapa kasus ketika ada produk bermasalah, induk usaha yang pasang badan atau ambil alih agar tidak sampai merugikan investor demi menjaga kepercayaan investor juga. Itu yang terlihat saat ada kasus dulu di Sinarmas [Asset Management], MNC juga Samuel Asset Management," kata Wawan.
Terakhir, prinsip performance. Performa historis reksa dana penting menjadi pertimbangan investor sebelum memutuskan berinvestasi. Investor bisa melihat prospektus, fund fact sheet juga membandingkan dengan performa benchmark atau indeks yang menjadi acuan reksa dana.
Jumlah investor reksa dana saat ini masih mendominasi total pemodal di pasar modal.
Data Kustodian Sentral Efek Indonesia mencatat, dari total investor di pasar modal domestik sebanyak 11,22 juta single investor identification (SID), sebanyak 10,5 juta adalah investor reksa dana. Adapun investor saham dan surat berharga lain mencapai 4,8 juta SID.
OJK melaporkan, sampai Juli 2023, Nilai Aktiva Bersih reksa dana mencapai Rp514,53 triliun, naik Rp9,67 triliun dibandingkan posisi akhir 2022.
-- dengan bantuan laporan dari Donald Banjarnahor.
(rui)