“Pengetatan dalam standar pinjaman umumnya meningkat,” kata ekonom JPMorgan Chase & Co. Daniel Silver dalam sebuah laporan. Data historis ketat "bukanlah jaminan resesi yang akan datang, tetapi bukti pengetatan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa ekonomi harus melambat."
Permintaan Kredit
Survei itu juga menunjukkan permintaan kredit yang rendah meskipun ada beberapa perbaikan. Jumlah bank yang melaporkan permintaan yang lebih lemah untuk pinjaman komersial dan industri di antara perusahaan besar dan menengah turun menjadi 51,6%, dari 55,6% pada kuartal pertama.
Survei jajak pendapat ini menunjukkan bank-bank berharap lebih memperketat standar pada semua jenis pinjaman. Mereka mengutip prospek ekonomi yang kurang menguntungkan atau lebih tidak pasti dan perkiraan penurunan nilai agunan dan kualitas kredit pinjaman sebagai alasan.
Ada kekhawatiran khusus oleh para bank atas sektor properti komersial dengan pemilik gedung perkantoran yang mengalami masa sulit setelah meningkatnya kerka dari jarak jauh karena Covid-19 dan suku bunga yang lebih tinggi.
Persentase bersih bank yang melaporkan standar yang lebih ketat pada kredit konstruksi dan pengembangan lahan adalah 71,7%. Itu 68,3% pada pinjaman nonpertanian, nonperumahan, demikian menurut survei itu.
Secara keseluruhan, data dalam survei “setidaknya konsisten dengan pengetatan kredit yang ingin dicapai oleh the Fed dengan menaikkan suku bunga, meskipun kredit masih mengetat dari tingkat yang mudah sehingga dampak keseluruhan pada aktivitas kurang jelas,” kata Veronica Clark, ekonom di Citigroup Inc.
Bank sentral AS menaikkan suku bunga pekan lalu untuk ke-11 kalinya sejak Maret 2022, membawa target suku bunga acuannya menjadi 5,25% hingga 5,5%.
Soal survei The Fed ini, Powell mengatakan bahwa ini secara luas konsisten dengan apa yang diharapkan. “Anda memiliki persyaratan pinjaman yang ketat dan semakin ketat, permintaan Anda lemah, dan Anda tahu, itu memberikan gambaran tentang kondisi kredit yang cukup ketat dalam perekonomian.”
(bbn)