Dia mengatakan BMKG telah meminta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk menata bendungan di berbagai daerah, demi menjaga ketersediaan air tanah. Terlebih, meski Indonesia sudah memasuki musim penghujan, ketersediaan air tanah membutuhkan jeda waktu selama sebulan hingga terisi penuh.
Kepala Badan Nasional Penanggulanganan Bencana (BNPB) Suharyanto menambahkan, sesuai Undang-Undang No. 24/2007 tentang Penanggulanganan Bencana, mitigasi risiko bencana menjadi tanggung jawab seluruh lini pemerintah hingga ke daerah.
“Secara organisasi, mitigasi El Nino bukan tanggung jawab pemerintah pusat semata. Sekarang ini dampak El Nino relatif belum signifikan, tetapi jangan tunggu sampai dampaknya membesar. BNPB juga memberikan edukasi ke masyarakat agar penggunaan air dihemat. Air digunakan untuk masak dan minum, tetapi untuk mandi dan kebutuhan lain sebaiknya jangan gunakan sumber air bersih,” jelasnya.
Di tingkat desa dan kecamatan, kata Suharyanto, BNPB juga mulai mengamankan sumber-sumber air yang ada. Penampungan air yang tidak aktif selama tiga tahun terakhir kembali direaktivasi untuk pasokan saat puncak El Nino.
Daerah juga diminta untuk menyiapkan alat tangki air dan mobil pengangkut air. “Ini pemerintah juga bekerja sama dengan TNI dan Polri untuk mendorong kebutuhan air masyarakat, sehingga dampak yang diderita masyarakat tidak berlebihan,” kata Suharyanto.
Menurut catatan BMKG, El Nino —yang akan membawa musim kering– akan membawa dampak terhadap 669 wilayah di Indonesia. Dari 669 zona, saat ini 63% sudah masuk periode musim kemarau dan kami perkirakan puncaknya Agustus—September.
Beberapa wilayah yang diprediksi mengalami penurunan curah hujan secara drastis antara lain Sumatra Barat, Riau, Bengkulu, Lampung, hampir seluruh wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.
(wdh)