“Tentu kalau menggunakan tarif di rumah, kami juga kasih diskon 30% kalau nge-charge-nya pada jam 10 malam sampai 5 pagi. Itu di home charging, jadi tinggal colok, besok pagi baterai sudah penuh,” ujarnya.
Dengan membuat tarif listrik rumahan lebih murah untuk mengisi ulang baterai kendaraan listrik, Edi meyakini makin banyak pengguna yang memilih untuk mengisi baterai di permukiman daripada di SPKLU.
Walakin, tarif mengisi ulang baterai kendaraan listrik di SPKLU diklaimnya tetap jauh lebih murah ketimbang harga bahan bakar minyak (BBM). “Jadi inilah filosofinya, mengapa ada biaya layanan di SPKLU yang lebih mahal [daripada isi ulang di rumah],” ujarnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan perilaku pengguna kendaraan listrik cenderung berbeda dengan pengguna kendaraan konvensional. Pengguna kendaraan listrik dapat mengisi ulang baterai di mana saja, tidak seperti konvensional yang harus ke stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
“Sehingga, menurut data kami, 80% pengguna kendaraan listrik ini akan melakukan charging di rumah, bukan di SPKLU. Ke SPKLU baru apabila pengguna menempuh jarak jauh atau kondisi terpaksa seperti lupa nge-charge, baru mereka ke SPKLU. Dengan demikian, penggunaan SPKLU ini berbeda dengan SPBU, dengan demikian tarifnya juga lebih murah,” ujarnya.
Edi pun memastikan pasok listrik PLN lebih dari cukup untuk menopang kebutuhan pengisian baterai kendaraan listrik, baik di rumahan maupun SPKLU dan stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU).
“Apalagi tahun depan akan ada tambahan pembangkit yang masuk dalam program 35.000 MW. Sampai dengan 2025 juga masih akan ada suplai listrik yang masuk. Secara keseluruhan, suplai listrik cukup untuk mendukung ekosistem EV, baik untuk charging di rumah maupun stasiun umum,” terangnya.
Dari total 842 SPKLU di Indonesia saat ini, Edi mengatakan sebanyak 616 di antaranya merupakan milik PLN. Perseroan juga membangun SPKLU di jalan tol dengan teknologi ultra fast charging dan slow charging untuk mengakomodasi kendaraan yang belum dapat menggunakan teknologi isi ulang supercepat.
Dia menambahkan sampai dengan saat ini 616 SPKLU milik PLN telah menerimah sekitar 75.000 transaksi. Sampai dengan 2030, perseroan menargetkan dapat memperbanyak jumlalh SPKLU menjadi 24.000 uniit di seluruh Tanah Air.
“Ini tentu membutuhkan kolaborasi antara PLN sebagai penyedia tenaga listrik dengan perusahaan swasta. Ini yang sudah berkolaborasi dengan kammi ada Mercedes, Toyota, Hyundai, Wuling, dan Mitsubishi. Kami juga sedang menunggu yang lain,” ungkap Edi.
Di sisi lain, perseroan juga mengembangkan aplikasi PLN Mobile agar pengguna kendaraan listrik dapat membeli listrik lebih mudah di SPKLU.
“Nanti ada sistem konter yang akan menghitung dan bisa dilihat apakah pembeliannya ada sisa uangnya yang bisa kembali ke akun masing-masing,” ujarnya.
Menurut ketentuan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), tarif layanan di SPKLU yang menggunakan teknologi fast charging atau pengisian cepat dipatok maksimal Rp25.000.
Adapun, untuk SPKLU yang menggunakan teknologi ultra fast charging atau pengisian sangat cepat dibanderol senilai Rp57.000. Biaya-biaya tersebut belum termasuk pajak pertambahan nilai (PPN).
Sekadar catatan, pengisian baterai listrik dengan teknologi slow charging membutuhkan waktu sekitar 4 jam dengan output daya seiktar 7 kW, sedangkan medium charging selama 2—4 jam dengan daya 7—22 kW, fast charging 30—40 menit dengan daya 22—50 kW, dan ultra fast charging 18 menit dengan daya lebih dari 50 kW.
Besaran tarif tersebut termaktub dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 182.K/TL.04/MEM.S/2023 tentang Biaya Layanan Pengisian Listrik pada Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum, yang diundangkan pada 17 Juli 2023.
(wdh)