“Angka maksimum ini memberikan competitiveness bagi industri dan badan usaha, sehingga animo masyarakat [untuk mengadopsi kendaraan listrik] juga makin tinggi,” ujarnya.
Menurut ketentuan Kementerian ESDM, tarif layanan SPKLU yang menggunakan teknologi fast charging atau pengisian cepat dipatok maksimal Rp25.000.
Adapun, untuk SPKLU yang menggunakan teknologi ultra fast charging atau pengisian sangat cepat dibanderol senilai Rp57.000. Biaya-biaya tersebut belum termasuk pajak pertambahan nilai (PPN).
Besaran tarif tersebut termaktub dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 182.K/TL.04/MEM.S/2023 tentang Biaya Layanan Pengisian Listrik pada Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum, yang diundangkan pada 17 Juli 2023.
Selain ihwal standardisasi dan tarif layanan SPKLU dan stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU), Kementerian ESDM bakal mempermudah perizinan usaha charging station. Salah satunya dengan membolehkan pengajuan izin usaha melalui mekanisme daring.
“SPKLU dan SPBKLU perizinannya sudah online, ditetapkan wilayah usahanya, nanti RUPTL [rencana usaha penyediaan tenaga listrik]-nya mudah-mudahan sudah ada dan menyederhanakan kembali perizinan ini,” tutur Havidh.
Lebih lanjut, untuk SPKLU yang didirikan oleh badan usaha swasta, Havidh menyebut tarif listrik yang disediakan dibanderol senilai Rp1.699/kWh, mengikuti tarif listrik untuk kebutuhan perumahan dan industri.
Ketentuan Lokasi
Pada perkembangan lain, pemerintah juga akan mengatur soal lokasi instalasi SPKLU dan SPBKLU bagi pengusaha. Untuk wilayah permukiman dan perkantoran, SPKLU yang dibolehkan kemungkinan hanya yang berteknologi slow charging dengan asumsi mobilitas pengguna di kawasan tersebut tidak tinggi.
“Sementara untuk di terminal angkutan umum, itu menggunakan teknologi medium charging dan fast charging. Adapun, di instalasi umum SPKLU tarifnya Rp2.467/kWh, ini bisa diimplementasikan di mal, hotel, lapangan parkir, dan nanti juga keja sama dengan pengelola bus untuk menggunakan slow dan medium charging,” terangnya.
Sementara itu, lokasi-lokasi yang dinilai membutuhkan mobilitas tinggi —seperti tempat peristirahatan jalan tol– instalasi SPKLU lebih difokuskan untuk teknologi fast charging dan ultra fast charging.
“Melihat investasi [untuk fast charging atau ultra fast charging] lebih tinggi, kami memberikan tambahan insentif berupa penetapan tarif layanan. Badan usaha boleh menetapkan tarif layanan,” ujar Havidh.
Sekadar catatan, pengisian baterai listrik dengan teknologi slow charging membutuhkan waktu sekitar 4 jam dengan output daya seiktar 7 kW, sedangkan medium charging selama 2—4 jam dengan daya 7—22 kW, fast charging 30—40 menit dengan daya 22—50 kW, dan ultra fast charging 18 menit dengan daya lebih dari 50 kW.
Saat ini, klaimnya, jumlah penggunaan EV di Tanah Air mencapai sekitar 63.000 unit. Sebanyak 15.000 di antaranya merupakan kendaraan penumpang, sedangkan se 47.000 merupakan kendaraan listrik roda dua.
Untuk menyokong 63.000 kendaraan listrik eksisting tersebut, Havidh mengatakan saat ini sudah terdapat 842 SPKLU dan 1.346 SPBKLU di Tanah Air.
“Ini akan terus berkembang dan menjadi masif, apalagi setelah ada tambahan biaya layanan tambahan yang bisa diberikan kepada konsumen sehingga menarik investor,” ujarnya.
(wdh)