Bila dibiarkan, itu bisa memicu kerugian bagi Indonesia. Fenomena brain drain bisa semakin memperburuk struktur ketenagakerjaan yang sejatinya adalah penghambat industri untuk maju.
Pada akhirnya, hal tersebut akan mempengaruhi pula pembangunan ekonomi domestik di masa mendatang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, dalam satu dasawarsa terakhir proporsi pekerjaan informal semakin mendominasi ketimbang pekerjaan formal disusul semakin banyaknya jumlah setengah pengangguran yaitu mereka yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu. Pada 2023, angkanya mencapai 9,59 juta orang, dibandingkan 8,21 juta orang pada 2018 lalu.
Proporsi lapangan kerja formal dibandingkan informal mencapai 39,88% versus 60,12%. Lima tahun silam, pada 2018, komposisinya masih sebesar 43,16% angkatan kerja berkiprah di pekerjaan formal sedangkan di sektor informal mencapai 56,84%.
Adapun pendidikan mayoritas pekerja di Indonesia adalah sekolah dasar mencapai 58,72% untuk pekerja berusia di atas 25 tahun.
Sedangkan pekerjaan utama penduduk pekerja RI masih didominasi oleh tenaga produksi, operator dan pekerjaan kasar (30,31%), usaha pertanian, perkebunan dan kehutanan (28,71%) dan tenaga penjualan (19,65%). Sementara tenaga profesional atau ahli persentasenya hanya 7,32%.
Memperbanyak lapangan kerja dan memperbaiki kualitas lapangan kerja menjadi syarat penting bila Indonesia ingin mewujudkan visi 2045 menjadi negara maju. Dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pembangunan sumber daya manusia menjadi fokus urutan pertama.
"Membangun SDM pekerja keras yang dinamis, produktif, terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi didukung dengan kerjasama industri dan talenta global," demikian ditulis dalam RPJMN 2020-2024.
Menjadi bagian dari target pembangunan SDM adalah melalui penciptaan lapangan pekerjaan berkualitas, terlebih di tengah tantangan masa depan ketika kehadiran Kecerdasan Buatan dapat mengancam eksistensi banyak jenis pekerjaan teknis dan konvensional. Ditambah lagi fenomena brain drain yang bisa semakin memperlemah struktur ketenagakerjaan dan menjauhkan mimpi besar RI menjadi negara maju.
PR bagi Pemimpin Baru
Generasi Z atau pemilih muda yang berusai kurang dari sama dengan 26 tahun, menyoroti lapangan kerja atau pengurangan angka pengangguran, sebagai persoalan yang harus diselesaikan oleh para pemimpin nasional dalam lima tahun ke depan.
Dalam hasil survei nasional dari Indikator Politik Indonesia, yang dirilis beberapa pekan lalu, penciptaan lapangan kerja dan pengangguran menjadi masalah mendesak, selain pengendalian harga bahan kebutuhan pokok, serta persoalan mengurangi kemiskinan.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan ketiga persoalan ekonomi ini berada di urutan tiga besar dalam survei. "Kita lihat tiga masalah mendesak ada pada bidang ekonomi, baru kemudian pemberantasan korupsi [posisi ke-4] dan keamanan atau ketertiban [posisi ke-5]," kata Burhanuddin dalam paparan terbaru, Minggu secara daring.
Indikator Politik Indonesia merilis survei nasional terkait keterlibatan pemilih muda dalam pemilu. Dalam survei yang dilakukan kepada 1.220 orang menggunakan metode random sampling tersebut, terungkap masalah mendesak yang menurut para calon pemilih harus diselesaikan oleh pemerintah.
Penciptaan lapangan kerja atau mengatasi pengangguran jadi perhatian utama Gen Z dengan skor atas hasil survei 24,2. Masalah ini juga menjadi perhatian Gen X (skor 22,3), dan Millenials (skor 21,1).
Menjawab kekhawatiran terkait angka pengangguran, Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi dan Kepala BKPM menegaskan pemerintah sudah melakukan percepatan penciptaan lapangan pekerjaan. Menurut dia, Presiden Joko Widodo mengatakan setiap kebijakan harus berdampak pada penciptaan lapangan pekerjaan.
“Investasi sudah masuk ke daerah-daerah, yang mana merupakan respons terkait lapangan pekerjaan. Presiden telah membangun infrastuktur, meratakan pertumbuhan ekonomi agar generasi muda di daerah tak masuk ke Jakarta,” kata Bahlil.
Kementerian Investasi dan BKPM melaporkan, pada kuartal II-2023, realisasi investasi di Indonesia tercatat Rp349,8 trilun, naik 15,7% dengan angka penyerapan tenaga kerja 464.289 orang. Sedangkan sepanjang semester I-2023 realisasi investasi Rp678,7 trilun, naik 16,1%.
Nilai investasi paruh pertama tahun ini mewakili 48,5% dari target Rp1.400 triliun investasi.
“Pada kuartal kedua, investasi sudah membuka 700.000 lapangan pekerjaan. Pemerintah sangat concern menciptakan lapangan kerja, karena instrumennya lewat investasi. Saya yakin ke depan, capres siapa pun problem-nya ada di masalah ekonomi,” lanjutnya.
(rui/aji)