"Dimana pengertian tertangkap tangan menurut Pasal 1 butir 19 KUHAP adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya," ujarnya.
Menurut Firli, setelah dilakukan tangkap tangan, maka terhadap peristiwa dugaan tindak pidana tersebut harus sudah dapat ditentukan dan ditetapkan sebagai peristiwa tindak pidana korupsi serta status hukum para pihak terkait dalam waktu 1 (satu) kali 24 (dua puluh empat) jam.
"Memahami bahwa para pihak tersebut diantaranya terdapat oknum TNI yang juga memiliki mekanisme peradilan militer, maka dalam proses gelar perkara pada kegiatan tangkap tangan di Basarnas ini, KPK telah melibatkan POM TNI sejak awal, untuk mengikuti gelar perkara sampai dengan penetapan status perkara dan status hukum para pihak terkait," ujarnya.
Firli mengatakan KPK melanjutkan proses penanganan perkara yang melibatkan para pihak dari swasta atau non-TNI/Militer, dan menyerahkan penanganan perkara yang melibatkan Oknum Militer/TNI kepada TNI untuk dilakukan koordinasi penanganan perkaranya lebih lanjut.
Kewenangan KPK dalam mengkoordinasikan proses hukum tersebut sebagaimana ketentuan Pasal 42 UU KPK “Komisi Pemberantasan Korupsi berwenangmengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindakpidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum” Jo Pasal 89 KUHAP
Dengan demikian, lanjut Firli, seluruh proses hukum yang dilakukan oleh KPK dalam kegiatan tangkap tangan ini telah sesuai dasar hukum dan mekanisme yang berlaku. (10/13)
"Kami menegaskan, seluruh proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang telah dilakukan oleh segenap insan KPK, serta berbagai upaya pencegahan dan pendidikan antikorupsi, adalah tanggung jawab penuh Pimpinan KPK," ujarnya.
Sebelumnya, Pihak Puspom TNI keberatan atas penetapan tersangka, khususnya status untuk anggota TNI. Sebab, menurutnya, TNI memiliki ketentuan sendiri dalam proses hukum anggotanya.
"Namun, pada saat konpers (KPK), statement itu keluar, bahwa Letkol ABC maupun Kabasarnas ditetapkan sebagai tersangka," ujar Danpuspom TNI Marsekal Muda (Marsda) TNI Agung Handoko.
Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan delapan orang, termasuk Letkol Afri Budi Cahyanto (ABC). Sementara itu, Kabasarnas Marsdya TNI Henri diumumkan tersangka oleh KPK pada jumpa pers.
"Pada intinya kami, apa yang disampaikan Panglima, sebagai TNI harus mengikuti ketentuan hukum dan taat kepada hukum. Itu tak bisa ditawar, dan bisa kita lihat siapa pun yang bersalah ada punishment-nya," lanjut Agung.
Setelah keberatan TNI tersebut, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak meminta maaf dan mengakui KPK telah salah. "Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu, ternyata tim menemukan, mengetahui adanya anggota TNI dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan. Ada kelupaan bahwasannya manakala ada (perkara) yang melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI bukan kita KPK yang tangani," ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (28/7/2023).
Namun, Koalisi masyarakat sipil menyesalkan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta maaf dan menyerahkan kasus dugaan korupsi Kabasarnas dan Koorsmin Kabasarnas kepada Puspom TNI. Langkah itu dianggap keliru.
(dba)