Berdasarkan situs FWD AM saat ini ada 10 produk reksa dana yang masih aktif. Produk tersebut antara lain, reksa dana saham : FWD Asset IDX30 Index Equity Fund, FWD Asset Dividend Yield Equity Fund, dan FWD Asset Sectoral Equity Fund.
Berikutnya, reksa dana campuran : FWD Asset High Conviction Equity Fund. Reksa dana pendapatan tetap : FWD Asset Balanced Fund, FWD Asset Aggressive Balanced Fund, dan FWD Asset USD Balanced Plus Fund. Terakhir adalah reksa dana pasar uang FWD Asset Bond Fund, FWD Asset Long Tenor Bond Fund, dan FWD Asset Money Market Fund.
Pihak FWD Asset Management belum bisa dikonfirmasi mengenai rencana pembubaran reksa dana. Email konfirmasi yang telah dikirimkan belum direspons.
Tren redemption reksa dana
Tren penarikan dana nasabah produk reksa dana terus berlanjut mengakibatkan jumlah dana kelolaan di mayoritas manajer investasi terbesar di Indonesia anjlok, bahkan sampai 32% bila dibandingkan posisi akhir 2022.
Tren redemption itu sudah terjadi sejak tahun lalu menyusul kinerja produk kontrak kolektif tersebut yang mengecewakan sepanjang 2022. Selama 2022, sebagai salah satu gambaran, indeks yang mengukur kinerja reksa dana saham Infovesta Equity Fund Index tercatat minus 2,29%. Padahal indeks benchmark-nya yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat return 4,08%. Reksa dana saham syariah bahkan terperosok lebih dalam hingga minus 3,08%.
Kinerja yang kurang memuaskan masih berlanjut pada April 2023 dengan capaian pertumbuhan yang kecil di bawah acuan yang menjadi aset dasar. Berdasarkan data Infovesta, pada April 2023, return reksa dana saham tercatat naik 1,3% secara bulanan, masih di bawah pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencetak kenaikan 1,62%.
Adapun reksa dana berbasis pendapatan tetap seperti reksa dana fixed income juga cuma tumbuh 0,59% dibandingkan dengan pertumbuhan indeks obligasi negara (Infovesta Government Bond Index) yang tercatat tumbuh 0,69% serta indeks obligasi korporasi tumbuh 0,22%.
Kinerja yang kurang greget itu agaknya mendorong lebih banyak investor melepas investasinya di reksa dana dan mencari return lebih menarik di instrumen lain. Sebagai akibat, hampir seluruh dari jajaran 10 manajer investasi terbesar kompak mengalami penurunan nilai dana kelolaan alias asset under management dalam nilai yang cukup besar.
Berdasarkan data Infovesta Utama, Bahana TCW Investment saat ini tercatat sebagai MI dengan nilai dana kelolaan terbesar yaitu sebanyak Rp40,2 triliun per 28 April lalu.
Akan tetapi, posisi itu mengindikasikan posisi AUM yang lebih rendah dibandingkan akhir 2022 ketika terjadi penarikan reksa dana hingga hampir Rp80 triliun sepanjang tahun lalu, nilai nettsell terbesar dalam lima tahun terakhir.
Pada akhir 2022, posisi dana kelolaan Bahana masih sebesar Rp41,04 triliun. Artinya, terjadi penurunan tipis 2%. Pada Januari, posisi AUM Bahana bahkan lebih rendah yaitu Rp39,11 triliun.
Posisi kedua dihuni oleh Manulife Aset Manajemen yang mencatat nilai dana kelolaan Rp37 triliun, merosot 19% hingga Rp8,58 triliun dibandingkan posisi akhir 2022. Adapun pada Januari lalu, Manulife masih mencatatkan posisi AUM sebesar Rp44,8 triliun.
Selanjutnya, Syailendra Capital di posisi ketiga dan menjadi satu dari sedikit MI yang masih berhasil mencetak kenaikan dana kelolaan dibanding posisi akhir tahun yakni dari Rp28,03 triliun pada Desember 2022 menjadi Rp32,3 triliun pada April lalu.
Posisi berikutnya berturut-turut dihuni oleh Sinarmas Asset Management dengan nilai dana kelolaan Rp31,4 triliun, turun Rp2,27 triliun atau tergerus 6,7% dari posisi Desember 2022.
(dba)