Pemerintah Malaysia bisa menimbang memperkenalkan jenis pajak baru seperti pajak barang dan jasa atau merevisi pendapatan pribadi atau pajak penjualan dan jasa, demikian saran World Bank.
Perdana Menteri Anwar Ibrahim mengungkapkan pada awal pekan ini bahwa pemerintah yang ia pimpin akan bekerja secara bertahap menurunkan utang dan mempersempit defisit anggaran tanpa mengerek pajak yang bisa membebani masyarakat berpenghasilan rendah.
Anwar Ibrahim merangkap sebagai Menteri Keuangan Malaysia dan ia berniat mengajukan revisi anggaran 2023 pada parlemen Malaysia pada 24 Febaruari nanti. Dalam beberapa kesempatan ia menyerukan kehati-hatian terhadap kondisi fiskal negara yang tengah menghadapi peningkatan utang cukup besar menyusul pengeluaran negara yang melesat akibat pandemi.
World Bank menuliskan dalam laporannya, bila strategi Malaysia adalah mengandalkan penghematan pengeluaran, itu akan menjadi rumit karena pengeluaran struktural mereka telah meningkat. Sementara itu, pengeluaran operasional untuk perlengkapan dan jasa berada dalam tren menurun atau sudah berada di level rendah.
Malaysia sejauh ini tercatat sebagai negara di Asia Tenggara dengan defisit keuangan terbesar setelah Filiphina. Subsidi pemerintah mencapai 80 miliar ringgit atau sekitar US$ 19 miliar pada 2022 di mana nilai subsidi BBM dan gas saja mencapai setengah dari angka itu.
World Bank mengatakan, langkah penerapan subsidi yang lebih selektif pada target dibutuhkan secara bertahap supaya tidak perlu memicu inflasi lebih tinggi. Pertumbuhan ekonomi Malaysia diperkirakan naik 4% tahun ini oleh World Bank. Sementara pemerintah Malaysia memproyeksikan pertumbuhan antara 4%-5%.
(bbn)