Revisi proyeksi inflasi Turki ini menunjukkan tantangan yang dihadapi Erkan dalam mencoba mengendalikan inflasi yang diperkirakan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) akan menjadi yang tercepat kelima di dunia pada tahun 2023.
Sejauh ini, gubernur bank sentral itu mengambil langkah hati-hati ketika menaikan suku bunga Turki untuk kali pertama dalam lebih dari dua tahun. Dan dia berulang kali membela keputusan itu dalam presentasi yang diadakan di Ankara tersebut.
Erkan mengatakan bank sentral sedang meletakkan dasar untuk awal disinflasi yang berkelanjutan pada tahun 2024, dengan tren peningkatan inflasi yang diperkirakan akan terjadi pada kuartal kedua tahun depan.
Ketika ditanya mengenai pengaruh Erdogan terhadap pembuatan kebijakan bank sentral, Erkan menekankan bahwa otoritas moneter itu sepenuhnya independen. Tiga gubernur sebelumnya dicopot Erdogan karena tidak mendukung pertumbuhan ekonomi dengan stategi suku bunga acuan rendah.
"Kita sedang dalam masa transisi menuju periode disinflasi dan stabilisasi yang telah kita bayangkan," kata Erkan. "Selama masa transisi ini, pasar sedang distabilkan dalam dinamika internal mereka sendiri."
Erkan ditunjuk sebagai gubernur bank sentral Turki bulan lalu. Dia lama bekerja di Amerika Serikat (AS) di Goldman Sachs Group Inc. dan First Republic Bank. Sebelumnya, pemerintah baru Erdogan menjanjikan pergeseran ke kebijakan-kebijakan lebih pro pasar dalam upaya menarik miliaran dolar investasi asing yang dibutuhkan guna membangun kembali ekonomi Turki yang lebih sehat.
Respons Lemah Lawan Inflasi
Sejak Erkan menjadi gubernur, bank sentral telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 900 basis poin menjadi 17,5%. Ini lebih kecil dari yang diperkirakan banyak analis dan membuat suku bunga acuan Turki tetap berada di wilayah negatif ketika disesuaikan dengan inflasi.
Erkan mengatakan bahwa langkah-langkah pengetatan pencairan kredit mendukung kenaikan yang telah dilakukan sejak bulan Juni lalu. Ia menyoroti penyempitan spread antara suku bunga deposito dan suku bunga acuan bank sentral sebagai tanda eksplisit pertama dari dampak dari perubahan kebijakannya.
Menurutnya, langkah-langkah ini diperlukan untuk mendinginkan permintaan konsumen, mengingat pertumbuhan kredit yang masih meningkat. Dengan inflasi yang diperkirakan akan mencapai puncaknya di sekitar 60% pada kuartal kedua tahun depan, Erkan mengatakan bahwa penting untuk mengenali implikasi-implikasi yang lebih luas dari kenaikan suku bunga, termasuk pada sektor perbankan dan sektor riil.
"Ekspektasi inflasi kami mencakup reaksi kebijakan dan akumulasi dampaknya," ujar Erkan. "Tujuan kebijakan moneter adalah untuk menurunkan tren inflasi."
Ekonom Bloomberg Economics Selva Bahar Baziki memprediksi inflasi akan meningkat menjadi 55% di akhir tahun karena depresiasi lira baru-baru ini dan kenaikan pajak dan upah.
"Langkah-langkah tersebut, meskipun signifikan, masih belum memadai. Kenaikan suku bunga lebih rendah dari yang diperkirakan pasar keuangan dan kurang dari yang dibutuhkan ekonomi. Alat-alat lain tidak mungkin untuk mengisi kesenjangan dan menjangkar ekspektasi inflasi. Hasilnya? Inflasi yang kemungkinan akan mengakhiri tahun ini sekitar 11 kali lipat dari target 5%."
Menurut pengamat Turki dan ahli strategi RBC Bluebay Asset Management Timoty Ash , Erkan sangat terbuka mengenai tantangan dari inflasi dan memberikan pesan yang sangat jelas bahwa inflasi Tukri meningkat.
"Namun, dengan menaikkan proyeksi inflasi menjadi 58%, hal ini juga menyiratkan respon yang cukup lemah untuk memerangi inflasi dan, menurut saya, sayangnya, keengganan untuk mengetatkan kebijakan secara agresif," ujar Ash.
- Dengan bantuan dari Ugur Yilmaz, Baris Balci, Patrick Sykes, Kerim Karakaya dan Onur Ant.
(bbn)