Bloomberg Technoz, Jakarta - Pemerintah mengklaim tak khawatir terhadap kebijakan Pemerintah India yang menghentikan seluruh kegiatan ekspor komoditas beras, sejak 20 Juli 2023. Hal ini disampaikan meski Indonesia sendiri tercatat rutin mengimpor bahan pangan tersebut dari India.
Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga mengatakan, pemerintah optimis stok beras dalam negeri cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Indonesia pun masih bisa melakukan impor dari sejumlah negara seperti Thailand dan Vietnam.
"Alhamdulillah [stok beras aman]. Kita jaga terus pokoknya," ujar Jerry Sambuaga di sela acara Sewindu PSN, Kamis (27/7/2023).
Menurut dia, Kementerian Perdagangan tengah menyusun rencana pemenuhan suplai beras dalam beberapa waktu ke depan. Suplai tersebut, kata dia, akan dipenuhi dengan prioritas pada kemandirian lokal atau hasil panen raya.
Meski demikian, Jerry tak lugas menjawab apakah pemerintah optimis tak perlu lagi melakukan impor beras tahun ini. Menurut dia, pemerintah masih terus memantau dan melihat perkembangan; termasuk dampak kebijakan India tersebut.
Perum Bulog sendiri telah menimbun sebanyak 740 ribu ton beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Stok ini akan ditambah dari penyerapan panen para petani lokal yang diprediksi mencapai 1,2 juta ton pada akhir tahun.
Beras merupakan makanan pokok bagi sekitar separuh populasi dunia, dengan Asia mengonsumsi sekitar 90% pasokan global. India juga menyumbang sekitar 40% dari perdagangan beras global. Negara importir beras seperti Indonesia, China, dan Filipina juga gencar menimbun beras tahun ini. Indonesia sendiri telah menyepakati impor beras dari India sebanyak 1 juta ton pada tahun ini.
Pemerintah India mengambil kebijakan pembatasan tersebut untuk mengantisipasi potensi inflasi pada pasar pangan global. Kebijakan Negeri Bollywood ini sendiri sudah mendapat respon dari berbagai negara. Tindakan India dinilai semakin menambah tekanan terhadap pasar pangan global yang tengah berhadapan dengan anomali cuaca El Nino dan eskalasi Perang Rusia dan Ukraina.
Tahun lalu, negara Asia Selatan itu melarang ekspor beras pecah dan mengenakan bea 20% untuk pengiriman beras putih dan merah. Kebijakan ini lahir usai negara tersebut melihat dampak invasi Rusia ke Ukraina terhadap harga makanan pokok seperti gandum dan jagung.
(ibn/frg)