Teten mengatakan, sebuah produk lokal, termasuk dari UMKM harus memenuhi sejumlah persyaratan untuk bisa dipasarkan ke masyarakat, termasuk pada platform digital. Hal ini menjadi tak adil jika barang-barang impor, termasuk dari China, dengan mudah menjangkau pembeli di Indonesia tanpa memenuhi syarat dan izin apa pun.
Ini juga yang membuat barang-barang impor tersebut memiliki harga yang sangat murah. "Gak bisa ritel online melakukan cross border lewat e-commerce. Langsung jualan ke sini," ucap Teten.
Tak hanya barang impor, kata Teten, revisi permendag juga akan menyasar platform digital yang juga menjadi penjual barang impor. Hal ini merujuk pada proyek S pada media sosial TikTok yang berisi barang dagangan platform asal Negeri Tirai Bambu tersebut.
Selain itu, Permendag baru juga akan mengatur batas minimum nilai barang impor yang masuk lewat e-commerce. Kata Teten, nilainya harus di atas US$100 atau sekitar Rp1,5 juta. Hal ini untuk melindungi produk-produk lokal yang memiliki nilai di bawah batas tersebut.
"Karena produk-produk itu sebenernya sudah ada. Seperti jualan peniti apa gitu kan sudah ada, sudah banyak di dalam negeri," kata dia.
(wep/frg)