Kepercayaan konsumen China telah dihancurkan oleh lockdown karena Covid-19 selama bertahun-tahun dan penundaan pembangunan properti baru. Atilla Widnell, direktur pelaksana Navigate Commodities Ltd. mengungkapkan reaksinya terhadap janji-janji dari pertemuan Politbiro terbaru. "Lalu apa?" katanya.
“Setiap langkah-langkah stimulasi akan mengalami jeda waktu dua hingga tiga kuartal sebelum mengalir menjadi permintaan baja dan bijih besi,” ujarnya.
Ia menambahkan pemerintah China mungkin juga perlu "mendorong secara paksa" pengembang properti untuk mengerahkan dana untuk tujuan yang sesuai dengan negara ketimbang menggunakannya untuk menyeimbangkan kembali neraca mereka.
Bijih besi berisiko mengulangi siklus naik turunnya, dengan lonjakan dari awal November di tengah optimisme pemulihan ekonomi pasca-covid, tetapi kemudian turun lebih dari setengah dari kenaikan itu karena pemulihan tersendat.
Harganya kemudian mulai reli lagi pada akhir Mei karena harapan stimulus dan sekarang diperdagangkan di sekitar US$115 per ton.
Morgan Stanley awal bulan ini memperkirakan harga bijih besi turun menjadi US$90 per ton pada kuartal keempat, sementara Goldman Sachs Group Inc. menetapkan target tiga bulan US$80 pada 13 Juli.
'Tekanan ke bawah'
Pengiriman yang kuat dari penambang juga bisa menjadi tantangan bagi harga bijih besi. Rio Tinto Group, produsen bijih besi terbesar, tidak mengubah angka ekspornya untuk 2023 bahkan ketika pemulihan China terhambat yang membebani permintaan.
Penambang nomor dua dunia, Vale SA, juga tidak mengubah perkiraannya untuk produksi setahun penuh setelah lonjakan produksi pada kuartal terakhir.
Politbiro memberikan "sinyal yang jelas" bahwa langkah-langkah dukungan akan terus dilakukan, kata Amelia Fu Xiao, kepala strategi komoditas di BOCI Global Commodities. Namun, masih diperlukan waktu untuk menentukan keefektifan kebijakan aktual berdasarkan permintaan.
(bbn)