Pemerintah yang diwakili Kemenko Polhukam juga memastikan akan mendorong penegakan hukum atas kasus Indosurya ini demi terciptanya penegakan hukum yang adil. Kejaksaan Agung (Kejagung) bahkan langsung menegaskan akan kasasi atas vonis Henry Surya.
"Kejaksaan Agung memang sudah memerintahkan jaksa penuntut umum untuk mengajukan kasasi,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana kepada Bloomberg Technoz beberapa waktu lalu.
Dalam pertimbangan kasasinya, Kejagung menilai, ada kekeliruan majelis hakim dalam menilai kasus penggelapan dana Indosurya. Hal yang perlu dicermati seperti pengumpulan dana nasabah dengan jumlah total Rp 106 triliun. Jumlah ini tervalidasi oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Dari total 23 ribu nasabah, terdapat 6.000 orang yang yang mencatat kerugian lebih dari Rp 16 triliun. Penghimpunan dana masyarakat oleh pelaku Henry Surya, Junie Indira dan Suwito Ayub pun dilakukan secara ilegal. Indosurya tidak memiliki dasar hukum sebagai koperasi.
Dalam aturan perkoperasian menyebutkan, rapat anggota harus dilakukan sebagai bentuk kewenangan tertinggi sebuah lembaga koperasi. Hal ini tidak dilakukan oleh pengurus KSP Indosurya.
Indosurya juga menawarkan produk yang tidak masuk akal dan kepada non-anggota. Simpanan berjangka dengan imbal hasil sampai 11,5%. Ini tidak sesuai dengan ketentuan Undang Undang Perbankan soal penghimpunan dana masyarakat.
Dalam penyidikan awal, Kejagung juga menemukan dana yang dihimpun masyarakat mengalir ke 26 perusahaan cangkang milik Henry Surya. Sisanya dibelikan aset berupa tanah, bangunan dan mobil atas nama pribadi dan atas nama PT Sun Internasional Capital, milik Henry.
Perluasan cabang dengan membuka 191 kantor di seluruh daerah dan pendirian dua kantor pusat juga tanpa sepengetahuan dan pemberitahuan Kementerian Koperasi dan UKM dan anggota Indosurya.
Segala aksi yang dilakukan Henry dan kawan-kawan ini diduga untuk menghindari pengawasan dari Bank Indonesia (BI) ataupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Indosurya juga diduga menghindari proses perizinan penghimpunan dana masyarakat melalui BI.
“Sehingga kepada para pelaku, penuntut umum sudah sangat benar menjerat dengan pasal dakwaan,” ucap Ketut Sumedana.
Cerita penipuan dana berkedok koperasi bukan hal baru di Indonesia. Bahkan Mahfud tegas mengatakan, jenis muslihat ini banyak terjadi di berbagai daerah dan negara tidak boleh berdiam diri.
“Kita tidak boleh kalah untuk menegakkan hukum dan kebenaran. Kita juga akan membuka kasus baru dari perkara ini karena korbannya banyak. Kita tidak boleh kalah dalam penegakan hukum,” ucap Mahfud awal pekan ini di kantor Kemenko Polhukam.
Bareskrim Polri juga merespons kegeraman Mahfud dan upaya lanjutan Kejagung. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan menegaskan pihaknya telah membuka kembali penyelidikan baru atas KSP Indosurya. Tim penyidik akan bekerja di beberapa perkara seperti perkara pokok dan menelisik terkait pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
(bbn)