Dengan demikian, masih tersisa sekitar kuota pemesanan sebesar Rp 3,9 triliun. Masa penawaran akan berakhir pada 9 Februari pekan depan.
Saving Bond Ritel atau obligasi tabungan termasuk instrumen obligasi ritel yang baru belakangan muncul bila dibandingkan dengan obligasi ritel ORI atau sukuk ritel Sukri yang sudah lebih dulu populer. SBR01 seri pertama baru muncul pada 2016 lalu. Namun, rupanya pamor obligasi tabungan ini tak kalah dengan surat berharga negara ritel jenis-jenis sebelumnya.
Kehadiran obligasi tabungan memberi alternatif lebih banyak bagi para investor ritel yang mencari instrumen untuk berinvestasi di tengah situasi perekonomian yang masih diliputi inflasi tinggi, bunga tinggi dan volatilitas pasar ekuitas.
Risiko Rendah tapi Lumayan Untung
Ada beberapa hal yang membuat pamor obligasi ritel seperti SBR012 maupun obligasi tabungan di AS yang bernama I Bond semakin diminati di tengah perekonomian pasca pandemi yang masih diliputi kegamangan ini. Pertama, risikonya dinilai relatif rendah. Maklum, penerbitnya adalah pemerintah negara. Terkecuali negara tersebut memiliki fundamental perekonomian yang buruk dan memiliki risiko default, obligasi yang diterbitkan negara boleh dibilang risk-free investment.
Fundamental ekonomi Indonesia dinilai masih cukup tangguh walau masih dibayangi inflasi tinggi dan bunga acuan yang terus naik. Pertumbuhan ekonomi RI tercatat 5,72% pada kuartal III-2022 dan diprediksi bisa menapak di angka 5% sepanjang 2022.
Kedua, imbal hasil di atas inflasi. Obligasi tabungan juga memberikan imbal hasil yang menarik karena kuponnya dipatok di atas inflasi dan bunga acuan. Pemerintah memberikan kupon sebesar 6,15% untuk SBR012-T2 yang bertenor dua tahun dan 6,35% untuk SBR12-T4 yang bertenor empat tahun. Inflasi domestik pada 2022 mencapai 5,51%, sedangkan bunga acuan BI 7DRR bertengger di posisi 5,75%.
Dengan imbal hasil di atas dua indikator itu, kupon yang ditawarkan tentu cukup menarik. Yang juga menjadi fitur unggulan adalah penentuan kupon dengan skema floating with floor. Ini berarti bila di depan terjadi kenaikan bunga acuan, kupon obligasi tabungan tersebut juga akan disesuaikan naik. Namun, bila ke depan tren bunga menurun, kuponnya tidak ikut turun karena sudah dipatok batas bawah sebesar kupon awal yang ditawarkan yaitu 6,15% dan 6,35%.
Ketiga, angka minimal investasi yang terjangkau. Sesuai namanya, obligasi ritel memungkinkan investor dengan modal pas-pasan untuk ikut berinvestasi. Saving Bond Ritel seri terakhir ini ditawarkan mulai Rp 1 juta per unit hingga Rp 10 miliar dan Rp 15 miliar untuk masing-masing tranches. Keempat, bisa dicairkan lebih awal. Obligasi tabungan bisa dicairkan lebih awal maksimal sebesar 50% dari dana yang ditempatkan.
Deposito dan Reksadana Pasar Uang
Melejitnya pamor saving bond ritel ini seolah menegaskan lagi kecenderungan masyarakat Indonesia yang lebih menyukai investasi dengan imbal hasil tetap dan risiko minimal. Kehadiran SBR melengkapi pilihan instrumen investasi konservatif lain seperti deposito bank dan reksa dana pasar uang.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat, sepanjang 2022, nilai simpanan masyarakat di produk deposito dan sertifikat deposito bank, naik masing-masing sebesar 2,8% dan 10,3% dibandingkan 2021. Perinciannya, nilai dana masyarakat di deposito perbankan mencapai Rp 2.939 triliun dan Rp 4 triliun. Kenaikannya juga merata terjadi di semua tenor, mulai tenor 1 bulan sampai 24 bulan.
Minat masyarakat terhadap deposito sebagai tempat aman menyimpan dan mengembangkan dana boleh jadi akan semakin tinggi menyusul keputusan LPS menaikkan bunga penjaminan ke level 4% untuk simpanan rupiah dan 2% untuk simpanan valas.
Walau bila dibandingkan dengan saving bond ritel, imbal hasilnya masih jauh tertinggal. Bunga deposito di bank swasta terbesar PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) saat ini masih di kisaran 2,1% hingga 3,66% tergantung nominal dana dan tenor deposito. Bunga deposito di bank-bank pelat merah juga ditawarkan paling tinggi sebesar 3% seperti di PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), atau 2,5% seperti penawaran deposito PT Bank Mandiri Tbk (BMRI).
Bunga deposito relatif tinggi kebanyakan ditawarkan oleh bank-bank digital. Bank Jago misalnya menawarkan bunga deposito hingga 7%, begitu juga Allo Bank dengan penawaran bunga deposito mulai 4%-6%, lalu BLU BCA Digital ditawarkan di level 3,5%-4%.
Deposito di bank digital selain mengiming-imingi bunga tinggi juga memberikan fleksibilitas pencairan tanpa terkena biaya pinalti dan nasabah tetap diberikan hasil keuntungan di bulan yang sudah berjalan. Namun, harap diingat, tingkat bunga yang tinggi itu masih di atas bunga penjaminan LPS.
Sedangkan reksa dana pasar uang yang sempat naik daun selama ketidakpastian ekonomi mengepung dunia gara-gara pandemi, saat ini terlihat mulai turun pamor. Nilai dana kelolaan di reksa dana pasar uang sampai akhir 2022 menurun Rp 71,76 triliun menjadi Rp 508,18 triliun, menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Namun, bila melihat tren kenaikan bunga acuan yang diprediksi masih akan berjalan di masa mendatang, bukan tidak mungkin pamor reksa dana pasar uang masih akan tinggi. Beberapa produk reksa dana pasar uang seperti Sucorinvest Money Market Fund, misalnya, mampu mencetak pertumbuhan Nilai Aktiva Bersih (NAB) sebesar 4% selama 2022.
(rui/aji)