Begitu juga bank pelat merah PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang bahkan mencetak pertumbuhan kredit lebih rendah, cuma 4,9% pada kuartal II-2023. Angka itu lebih rendah dibandingkan penyaluran kredit kuartal I-2023 sebesar 7,2%.
Menurunkan rasio cadangan atau GWM hanya akan menambah pasokan likuiditas ekstra ke sektor perbankan yang sudah dibanjiri likuiditas. Hal itu berpotensi mendorong bank menyalurkan dana ke obligasi alih-alih meminjamkannya ke sektor riil.
Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas
Kepemilikan perbankan di Surat Utang Negara memang terus melonjak terutama sejak pandemi pecah pada 2020 silam. Sebagai perbandingan, berdasarkan data Kementerian Keuangan, pada akhir 2019 lalu posisi kepemilikan SBN oleh perbankan hanya sebesar Rp581,37 triliun atau setara 21,1% dari total SBN di pasar. Namun, ketika pandemi pecah dan pemodal asing hengkang dari pasar keuangan domestik, nonresiden banyak melepas SBN dan perlahan peta kepemilikan surat berharga bergeser ke perbankan.
Pada 2020, kepemilikan SBN oleh bank langsung melonjak signifikan menjadi Rp1.375,57 triliun, setara dengan 35,5% dari total outstanding SBN di pasar. Angka itu terus melonjak sampai terakhir per 21 Juli lalu di mana bank semakin gemar memarkir duit di SBN sebesar Rp1.704,20, setara 31,24% dari nilai outstanding, alih-alih menyalurkannya sebagai kredit ke sektor riil.
Insentif likuiditas
Bank Indonesia berencana menambahkan lagi insentif likuiditas senilai US$ 3 miliar atau sekitar Rp47,9 triliun untuk sektor perbankan yang menyalurkan kredit ke sektor-sektor hilirisasi minerba dan nonminerba termasuk pertanian, peternakan, dan perikanan, lalu sektor perumahan termasuk perumahan rakyat, kemudian sektor pariwisata, dan inklusif termasuk UMKM, KUR, dan ultra mikro/UMi, serta ekonomi keuangan hijau.
Kebijakan itu ditujukan untuk mendorong pertumbuhan kredit oleh perbankan di tengah lesunya permintaan dunia usaha yang semakin sulit menghindar dari dampak pelemahan ekonomi global.
"Kredit pembiayaan bank tumbuh melambat karena menurunnya permintaan kredit dari dunia usaha di tengah longgarnya sisi penawaran. Korporasi cenderung mempercepat pelunasan kredit dan bersikap wait and see dalam rencana investasi ke depan," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI dalam konferensi pers RDG, Selasa (25/7/2023).
Bank Indonesia, ujar Perry, akan terus memastikan kecukupan likuiditas untuk terjaganya stabilitas sistem keuangan dan meningkatnya kredit serta pembiayaan guna berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional.
Bank Indonesia memastikan untuk terus mendorong penyaluran kredit dan pembiayaan dari sisi penawaran perbankan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. "Untuk itu, kebijakan insentif likuiditas makroprudensial difokuskan pada sektor-sektor yang memiliki daya ungkit lebih tinggi bagi pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, khususnya pada sektor hilirisasi, perumahan, pariwisata, inklusif, serta ekonomi keuangan hijau," jelas Perry.
Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial bagi Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah akan berlaku sejak 1 Oktober 2023, dengan cakupan antara lain:
- Penajaman insentif likuiditas kepada bank penyalur kredit atau pembiayaan pada sektor hilirisasi minerba dan hilirisasi nonminerba (termasuk pertanian, peternakan, dan perikanan), perumahan (termasuk perumahan rakyat), pariwisata, inklusif (termasuk UMKM, KUR, dan ultra mikro/UMi), serta ekonomi keuangan hijau
- Penetapan besaran total insentif paling besar 4%, meningkat dari sebelumnya paling besar 2,8%, yang terdiri dari (a) insentif untuk penyaluran kredit/pembiayaan kepada sektor tertentu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, paling besar 2%, meningkat dari sebelumnya 1,5%; (b) insentif kepada bank penyalur kredit/pembiayaan inklusif ditingkatkan dari sebelumnya 1% menjadi 1,5%, dengan rincian 1% untuk penyaluran kredit UMKM/KUR dan 0,5% untuk penyaluran kredit UMi; dan (c) insentif terhadap penyaluran kredit/pembiayaan hijau menjadi paling besar 0,5%, meningkat dari sebelumnya 0,3%;
- Implementasi KLM dilakukan melalui pengurangan giro di Bank Indonesia dalam rangka pemenuhan GWM dalam Rupiah yang wajib dipenuhi secara rata-rata
--dengan bantuan laporan Arif Surbakti.
(rui)