Kesan yang berbeda disampaikan Letnan Jenderal Andrew Harrison, wakil komandan Komando PBB dalam pengarahan beberapa jam sebelumnya di Seoul.
“Perhatian utama pertama adalah kesejahteraan prajurit King dan pembicaraan telah dimulai dengan tentara Korut melalui mekanisme Perjanjian Gencatan Senjata,” kata Harrison kepada wartawan.
Miller menyarankan agar Harrison merujuk hanya pada kontak awal kedua negara, minggu lalu. Komando PBB tidak segera menanggapi permintaan untuk berkomentar.
King mungkin menghadapi interogasi intensif oleh aparat keamanan Korut guna memutuskan apakah dia layak disimpan untuk sementara waktu
Kasus ini adalah penyeberangan perbatasan tanpa izin pertama oleh orang AS selama pemerintahan Biden.
‘Asesmen Politik’
King mungkin telah dipindahkan ke Pyongyang untuk diinterogasi oleh tim investigasi gabungan, demikian menurut Cho Han-bum, seorang peneliti senior di Korea Institute for National Unification yang berbasis di Seoul.
“Mereka membuat asesmen politik,” kata Cho. “Mereka belum melakukan negosiasi tatap muka dengan dunia luar sejak pandemi, jadi butuh waktu untuk memilah posisi internal mereka.”
Hal ini juga terjadi di tengah ketegangan yang terus berlanjut antara kedua negara dengan Korut terus melakukan uji coba rudal balistik dan AS mengirim kapal selam yang mampu membawa senjata nuklir ke wilayah tersebut.
Pyongyang menembakkan dua rudal balistik jarak pendek semalam, yang terbang masing-masing sekitar 400 kilometer dan jatuh di perairan timur negara itu, demikian menurut Kepala Staf Gabungan Korsel.
Ini adalah serangan ketiga yang ditembakkan rezim Kim dalam dua minggu terakhir, termasuk rudal balistik antarbenua baru yang dirancang untuk melancarkan serangan nuklir di daratan AS.
Penyeberangan King berbeda dengan sekitar 20 orang AS lainnya, yang ditahan oleh Pyongyang sejak akhir konflik 1950-1953. Mereka yang ditahan sebelumnya termasuk orang-orang Kristen yang pergi ke sana karena alasan kemanusiaan, mahasiswa, dan sepasang reporter. Mereka sebagian besar menyeberang dari China atau berada di negara itu karena alasan lain.
King, seorang kavaleri di Angkatan Darat AS sejak Januari 2021, mungkin tidak mengetahui informasi sensitif yang menarik bagi Korut. Dia juga menghadapi pengusiran dari militer AS setelah dipenjara selama hampir dua bulan di Korsel karena penyerangan.
Orang-orang AS yang telah ditahan oleh Korut mengatakan bahwa mereka menghadapi interogasi, intimidasi, dan kekerasan tanpa henti yang mendorong mereka ke titik kehancuran mental saat mereka ditahan dalam isolasi.
Jika King benar-benar membelot ke Korut, negara itu mungkin akan mencoba mencari cara untuk menggunakannya untuk propaganda.
Saat Perang Dingin, negara tersebut menampilkan segelintir tentara AS sebagai penjahat dalam film, yang pembuatannya seringkali dipantau oleh Kim Jong Il, ayah dari Kim Jong Un.
Kim Jong Il juga pernah mengatur penculikan aktris dan sutradara top Korsel untuk membantu proyek filmnya.
“Sangat mungkin bahwa Korut akan mencoba mendapatkan beberapa nilai propaganda dari penyeberangan ini, tapi apa cerita propagandanya?” kata Martyn Williams, seorang senior fellow di Stimson Center.
“Seorang tentara AS berpangkat rendah melintasi perbatasan untuk menghindari hukuman? Ini bukan dukungan yang kuat bagi Korut.”
-Dengan asistensi Philip Glamann.
(bbn)