Pembatasan ekspor oleh India ditujukan untuk mengendalikan harga dalam negeri. Langkah tersebut dilakukan karena meningkatnya kekhawatiran tentang dampak pola cuaca El Nino pada pasokan pertanian, melonjaknya suhu di Eropa, dan serangan Rusia terhadap fasilitas ekspor Ukraina.
“Larangan ekspor India perlu dilihat dari latar belakang yang tidak menyenangkan ini. Ada lebih banyak alasan untuk khawatir sekarang karena harga beras di Asia dapat lepas kendali dengan cepat,” jelas Peter Timmer, Profesor Emeritus di Universitas Harvard, yang mempelajari ketahanan pangan selama beberapa dekade.
Sebelumnya, Vietnam –eksportir beras utama lainnya– sudah mengutip persediaan sebesar US$600 per ton untuk 5% beras putih, Thailand mungkin akan melakukan langkah serupa, kata Chookiat dalam sebuah wawancara.
Hal tersebut akan mendorong harga beras Thailand ke level tertinggi sejak 2012, dan dibandingkan dengan level saat ini US$534 per ton, mendekati level tertinggi dua tahun.
Kebijakan pembatasan ekspor terbaru India, ditambah pembatasan sebelumnya pada beras pecah, memengaruhi 30% hingga 40% dari total pengiriman negara Asia Selatan tersebut. Nomura Holdings Inc. pun memperingatkan pembatasan masih dapat diperluas lagi, untuk mencakup varietas lain jika terjadi curah hujan yang tidak merata dan kenaikan inflasi domestik.
Aturan tersebut juga dapat berdampak pada arus masuk beras ke China, Malaysia, Filipina, Indonesia, dan sejumlah negara Afrika. Sekadar catatan, Indonesia sendiri pada tahun ini telah meneken kesepakatan untuk mengimpor 1 juta ton beras dari India, kendati belum direalisasikan.
Namun, pengiriman keluar masih dapat diperbolehkan atas dasar izin dari India ke negara lain untuk memenuhi kebutuhan ketahanan pangan mereka, tergantung permintaan dari pemerintah mereka. Selain itu, ekspor beras parboiled nonbasmati dan beras basmati masih diperbolehkan dan itu bisa meredam pukulan.
Sejauh mana impor Asia dan Afrika akan terpengaruh oleh larangan India tergantung pada durasi larangan tersebut, dan sejauh mana negara-negara tersebut dapat mengatur pembelian melalui saluran diplomatik, kata Shirley Mustafa, ekonom di Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Negara-negara importir juga dapat mendiversifikasi asal pembelian mereka, dengan catatan pembatasan ekspor India tidak mengakibatkan kenaikan harga di negara lain yang dapat menekan permintaan, terutama untuk pembeli yang sensitif terhadap harga, kata Mustafa. “Sebenarnya di sinilah letak kekhawatirannya,” katanya.
(bbn)