Logo Bloomberg Technoz

Inilah yang harus diwaspadai dalam pertemuan hari Selasa:

Pandangan Rupiah
Akibat kegelisahan terhadap Fed yang membawa rupiah melewati level psikologis 15.000 per dollar, Bank Indonesia kemungkinan akan waspada untuk memastikan volatilitas mata uang tidak memicu inflasi impor. Sebagaimana diketahui, rupiah merosot lebih dalam akibat penurunan tajam ekspor sebesar 21% dan posisi cadangan dolar pada level terendah dalam enam bulan pada Juni.

Menurut Kunal Kundu, seorang ekonom di Societe Generale GSC Pvt, penurunan suku bunga hanya akan dilakukan jika ada tanda-tanda pasti bahwa Fed selesai dengan siklus kenaikannya. “Ketergantungan yang berlebihan pada pemegang obligasi luar negeri untuk membiayai defisit anggaran membuat daya tarik obligasi pemerintah Indonesia perlu dijaga,” ujarnya.

Perangkat Baru
Bank Indonesia, salah satu bank sentral pasar negara berkembang yang paling aktif dalam penggunaan langkah-langkah makroprudensial, telah meluncurkan lebih banyak perangkat kebijakan untuk menopang rupiah.

Teratas dalam daftar pantauan investor adalah regulasi baru pendapatan ekspor yang dimulai pada 1 Agustus. Aturan itu mewajibkan minimal 30% dari Devisa Hasil Ekspor (DHE) untuk disimpan di dalam negeri setidaknya selama tiga bulan. Menurut laporan Citigroup Inc., kebijakan tersebut akan menghasilkan sekitar $7 miliar dolar secara kumulatif dan memperkuat perolehan deposito berjangka valas ekspor BI.

Bank sentral juga berencana untuk memperluas tenor dan frekuensi fasilitas deposito jangka pendek FX karena investor menuntut penempatan jangka pendek di tengah ketidakpastian pasar. Intervensi “Operation Twist” juga sedang berlangsung untuk menopang imbal hasil obligasi jangka pendek di pasar sekunder.

Sinyal Pivot
Konsensus di antara para ekonom mengenai langkah Bank Indonesia selanjutnya adalah penurunan suku bunga, yang hanya tinggal masalah waktu. Diluar pelemahan rupiah, semua sinyal lain mengarah ke pemutarbalikan arah, atau pivot. Inflasi headline kembali ke ujung atas kisaran target 2%-4%, sementara pengukur inti secara konsisten tetap berada di bawah titik tengah.

Angka inflasi juga dapat dibaca sebagai tanda peringatan penurunan konsumsi — yang biasanya mendorong pertumbuhan ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Impor juga anjlok 18% bulan lalu karena berkurangnya pengiriman barang konsumsi dan bahan baku.

“Kami mempertahankan pertumbuhan setahun penuh 4,7% Y-o-Y kami untuk Indonesia untuk saat ini, tetapi kami mungkin perlu meninjau kembali prospek ini jika belanja konsumen menunjukkan lebih banyak tanda-tanda moderasi,” kata Nicholas Mapa dari ING Groep NV. Perkiraan tersebut lebih dekat ke ujung bawah prediksi Bank Indonesia yang sebesar 4,5%-5,3%.

--Dengan bantuan dari Matthew Burgess.

(bbn)

No more pages