"Kemudian, data tersebut digunakan Tiktok untuk bekerja sama dengan perusahaan China dalam memasarkan dan menjual produk secara murah dan mudah kepada konsumen Indonesia," katanya.
Peneliti INDEF Nailul Huda mengatakan, sosial commerce berkembang cukup pesat di wilayah ASEAN, termasuk Indonesia. Di lain sisi belum ada kejelasan aturan yang tegas pada sektor ini.
Ia menyarankan perlu revisi Permendag No. 50 tahun 2022 berupa penyempurnaan definisi penyelenggaran perdagangan melalui sistem elektronik, yang hanya mengatur transaksi perdagangan. Social commerce sendiri tidak termasuk ke transaksi perdagangan melainkan komunikasi secara umum.
“Perlu ada peraturan terkait dengan penyelenggara sarana perantara karena sering digunakan sebagai kedok social commerce untuk dalih bukan tempat jual beli. Selain itu, peraturan mengenai barang impor, dimana harus ada deskripsi barang di setiap jendela barang, agar ada data mengenai produk impor bisa dideteksi, sehingga kebijakan bisa lebih terukur,” ujar Nailul.
Hingga April 2022, TikTok telah mencatatkan jumlah pengguna hingga 99,07 juta orang dengan penjualan mencapai Rp228 Miliar. Sementara secara global, nilai penjualan TikTok telah melampaui US$2,5 miliar. TikTok telah menyatakan rencana untuk berinvestasi hingga US$10 miliar di Indonesia dalam lima tahun ke depan.
(evs)