Bloomberg Technoz, Jakarta - Emiten perbankan syariah PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS) tengah menetap di zona merah pada perdagangan Senin (24/7/2023). Koreksi secara persentase saat ini yang terjadi pada saham BTPS tercatat menjadi yang paling anjlok dalam sejak Mei kemarin.
Pergerakan harga saham BTPS ambles 4,42% ke harga Rp2.160/saham. Sepanjang hari, pergerakan saham BTPS bergerak pada rentang Rp2.150-Rp2.260/saham. Dengan kapitalisasi pasar saat ini sebesar Rp16,5 triliun. Terus menurun sejak awal tahun yang kala itu mencapai Rp21,5 triliun.

Saham BTPS juga sudah terkoreksi mencapai 22,5% sejak awal tahun.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) saham BTPS ditransaksikan sejumlah 7.846 kali dengan volume sebesar 33,1 juta saham, dan nilai transaksinya mencapai Rp72,1 miliar.
Salah satu sebab koreksinya saham BTPS yang begitu masif, investor asing gencar melego saham BTPS. Tercatat sepanjang Juli 2023 saja, saham BTPS gencar terjadi aksi jual bersih (net sell) mencapai Rp65,9 miliar. Lebih jauh, sepanjang 2023 atau dalam tahun berjalan, saham BTPS dilego hingga Rp821,1 miliar.
Berdasarkan data Bloomberg, rasio Price to Earnings Ratio (PER) Bank BTPN Syariah saat ini mencapai 9,9 kali, dan rasio Price to Book Value (PBV) sebesar 1,9 kali. Dengan Return on Equity (RoE) BTPS tercatat 19,1% dibandingkan setahun lalu mencapai 24,59%. Dengan EPS hanya Rp231/saham.
Adapun kinerja laba bersih Bank BTPN Syariah drop mencapai 12,1% menjadi hanya Rp752,5 miliar pada semester I-2023, hal ini efek secara langsung dari meningkatnya beban Perseroan. Melesatnya beban kerugian penurunan aset keuangan mencapai 76%, dari sebelumnya Rp385,8 miliar menjadi senilai Rp680,4 miliar pada semester I-2023. Beban tenaga kerja juga meningkat 9,4% secara tahunan menjadi Rp648,5 miliar.
Sentimen lainnya ialah, kekhawatiran tingkat kinerja BTPS yang mencetak kenaikan rasio pembiayaan bermasalah (Net Performing Financing/NPF) dalam kelangsungan operasional perbankannya.
Di mana terjadi pemburukan kualitas aset yang tercermin dari kenaikan rasio pembiayaan bermasalah menjadi 3,01% dari satu tahun sebelumnya hanya 2,54%.
(fad/dba)