Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin mengatakan, rencana pelarangan ekspor LNG memang dilatarbelakangi oleh tingginya kebutuhan di dalam negeri. Selain itu, diharapkan dengan adanya pelarangan ekspor tersebut, harga gas bisa ditekan ke angka US$6 per MMBtu.
Namun demikian, Arifin belum bisa memastikan bagaimana kelanjutan dari rencana pelarangan ekspor LNG. Yang jelas, pemerintah tetap akan memprioritaskan kepentingan nasional, termasuk memenuhi kebutuhan gas di dalam negeri.
“Kalau kepentingan di dalam negeri kan memang harus didahulukan dan dinomorsatukan,” katanya ketika ditemui oleh awak media pada Rabu (31/5/2023) di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat.
Arifin menyebut sampai dengan saat ini, produksi LNG di Tanah Air masih surplus atau lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan di dalam negeri. Dengan demikian, pelarangan ekspor LNG kemungkinan belum akan terealisasi dalam waktu dekat.
"Masih banyakan produksinya dibandingin dengan demand-nya di dalam negeri," ujarnya.
Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), produksi LNG ditargetkan mencapai sebesar 206 kargo, pada 2023. Angka tersebut mengalami kenaikan dibandingkan realisasi produksi LNG sepanjang 2022, sebesar 196 kargo.
Produksi tersebut berasal dari Kilang LNG Tangguh sebanyak 124-126 kargo dan Kilang LNG Bontang sebesar 80-81 kargo. Dari jumlah tersebut sebanyak 140,3 kargo akan diekspor.
(ibn/roy)