Penurunan aktivitas manufaktur di negara-negara maju menjadi fokus kewaspadaan mengingat dampaknya bisa signifikan terhadap perekonomian dan perdagangan global, termasuk Indonesia.
Mengalihkan fokus lebih besar untuk memperkuat daya konsumsi domestik menjadi satu-satunya pilihan supaya kejatuhan kinerja perdagangan bisa dikompensasi sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia bertahan.
Selama semester I-2023, pemerintah melanjutkan lagi 'ekonomi bansos' dengan menggelontorkan tak kurang dari Rp492 triliun untuk belanja perlindungan sosial, mulai dari Program Keluarga Harapan sebesar Rp14,7 triliun, kartu sembako Rp23,3 triliun, dan lain sebagainya, melengkapi subsidi rutin untuk Elpiji 3 kg dan listrik sebesar Rp75,4 triliun.
Belanja perlindungan sosial akan diperluas pada sisa tahun ini dengan penganggaran bantuan sosial berupa bantuan beras 10 kilogram per bulan bagi 21,3 juta keluarga kelompok ekonomi rentan di Indonesia.
"Nanti [di bulan] Oktober-Desember kami akan menambah Rp8 triliun untuk 21,3 juta keluarga kelompok rentan. Mereka mendapat 10 kilogram beras per bulan," jelas Sri.
Dalam kacamata ekonom, pengucuran bansos untuk membantu kelompok rentan supaya tidak semakin hilang daya belinya di tengah kelesuan perekonomian, akan berdampak terbatas.
"Akan ada dampaknya, tapi tidak besar. Dampak bansos hanya sebagai bantalan pelindung saja sehingga di tengah kondisi normal tidak terlalu besar. Saat pandemi lalu, dampaknya besar karena seluruh sektor ekonomi terpuruk," kata Macro Strategist Samuel Sekuritas Lionel Prayadi kepada Bloomberg Technoz, Senin siang.
"Bansos belum bisa berperan sebagai stimulan ekonomi yang 'sesungguhnya'."
Harga beras di beberapa daerah masih bercokol lebih mahal di atas harga eceran tertinggi ditambah dengan masih tingginya harga barang kebutuhan dapur lain seperti telur, jagung, sampai garam, menurut penjelasan Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional I Gusti Ketut Astawa dalam kesempatan terpisah.
Empat komoditas yang mencatat kenaikan lebih dari 10% bulan ini antara lain jagung di tingkat peternak, garam konsumsi, telur ayam dan beras medium -beras yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, seperti disampaikan Bapansa dalam Rakor Pengendalian Inflasi Daerah Senin pekan lalu.
Dengan bayang pelemahan global serta laju konsumsi domestik yang masih tergerus kenaikan beberapa komoditas, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2023 diprediksi melambat ke kisaran 4,6% dari capaian 5% pada kuartal sebelumnya, menurut perkiraan Samuel Sekuritas.
Konsensus ekonom yang disurvei oleh Bloomberg memperkirkan, Indonesia akan mencatat pertumbuhan ekonomi di angka 4,9% pada kuartal II lalu, sedikit melambat dari capaian kuartal sebelumnya.
Prediksi itu lebih rendah dibandingkan perkiraan ekonom untuk pertumbuhan ekonomi Filipina (konsensus 6,4%), namun masih lebih tinggi ketimbang proyeksi untuk Malaysia (3,6%), Taiwan (1,1%), Thailand (3,1%).
Belanja Pemerintah Lesu
Di tengah perekonomian yang banyak berharap pada laju konsumsi domestik, bukan hanya konsumsi rumah tangga yang menjadi tumpuan. Konsumsi atau belanja pemerintah juga menjadi harapan agar bisa membantu menggerakkan roda perekonomian.
Berdasarkan penjelasan pemerintah, sampai semester I-2023, belanja pemerintah baru tumbuh 0,9% di mana nilai belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) tercatat Rp417,2 triliun atau 41,7% dari target. Belanja K/L yang menonjol, jelas pemerintah, adalah belanja seputar persiapan Pemilu 2024, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan percepatan penyelesaian infrastruktur prioritas.
Pada kuartal I-2023, sumbangan konsumsi pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto mencapai 5,32%, berada di urutan empat setelah Konsumsi Rumah Tangga (52,88%), PMTB (29,11%) dan Ekspor (22,71%).
Sedangkan pada keseluruhan tahun 2022, belanja pemerintah justru mencatat kontraksi hingga 4,51% dengan kontribusi sebesar 7,66% terhadap PDB. Sementara Konsumsi Rumah Tangga, PMTB dan Ekspor secara berurutan menjadi penyumbang utama PDB dengan mencatat pertumbuhan positif tahun lalu.
Realisasi Investasi
Dalam kesempatan sebelumnya, Kementerian Investasi BKPM melaporkan realisasi investasi selama semester I-2023 mencatat pertumbuhan 16,1% mencapai Rp678,7 triliun, atau 48,5% dari target Rp1.400 triliun tahun ini.
Realisasi investasi tersebut dari peningkatan nilai penanaman modal asing (PMA) sebesar Rp363,3 triliun atau 53,5%. Angka ini tumbuh 17,1%. Serta penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp315,4 triliun atau 46,5%. Angka itu tumbuh 15%.
Dengan capaian investasi itu, ada penyerapan tenaga kerja sebanyak 849.181 orang. Dilihat dari sisi sebaran lokasinya, investasi di Luar Jawa masih mendominasi dengah Rp354,9 triliun atau 52,3%.
--dengan bantuan laporan Krizia P. Kinanti, Yunia Rusmalina.
(rui)