Bloomberg Technoz, Jakarta - Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto diperiksa Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Senin (24/7/2023). Dia diperiksa sebagai saksi kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Airlangga dilaporkan sudah hadir di gedung Kejagung, Jakarta, pagi ini.
Sedianya Airlangga diperiksa pada pekan lalu tetapi dia tidak memenuhi panggilan Kejagung. Airlangga pagi ini tiba menjelang pukul 08.30 WIB mengenakan kemeja batik dan celana hitam. Dia hanya menyapa singkat awak media yang menunggu dan langsung masuk ke dalam gedung Kejagung.
Sebelumnya Airlangga memang sudah menyatakan dia akan memenuhi panggilan Kejaksaan Agung yang kedua.
"Ya tentu saya akan hadir saja, karena tentu sesuai dengan (waktu) nanti undangan," ujar Airlangga saat ditemui di Jakarta, Kamis (20/7/2023).
Pemanggilan Airlangga dilakukan tak lama setelah penetapan tersangka baru atas tiga korporasi. Diketahui tiga korporasi itu adalah PT Wilmar Nabati Indonesia atau Wilmar Group (WG), PT Permata Hijau Group (PHG) dan PT Musim Mas atau Musim Mas Group (MMG). Pada bulan ini, Kejaksaan diketahui juga sudah menggeledah dan menyita sejumlah aset dari tiga korporasi tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, I Ketut Sumedana mengatakan bahwa Airlangga diperiksa dalam kaitan kebijakannya sebagai menko perekonomian.
"Yang bersangkutan diperiksa terkait dengan kebijakan. Kita ingin semuanya jadi clear, kebijakannya apa, bagaimana pelaksanaannya," kata Ketut pada Jumat (21/7/2023).
"Kenapa dia (Airlangga) dipanggil? Ya karena itu, kita ingin mendudukkan konstruksi hukum menjadi lebih baik. Siapa pun bisa kita panggil," lanjutnya.
Tahun ini korps Adhyaksa menetapkan tiga perusahaan tersebut sebagai tersangka korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor minyak CPO turunannya pada Januari 2021 sampai Maret 2022. Penetapan tersangka berdasarkan pengembangan fakta persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis lima orang terdakwa. Vonis berkekuatan hukum tetap (inkracht) di tingkat kasasi. Hakim juga menyatakan bahwa yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi atau tempat di mana para terpidana bekerja. Atas dasar itu korporasi dianggap harus bertanggung jawab untuk memulihkan kerugian negara
(ezr)