Kedua belah pihak akan memperluas kerja sama di bidang pariwisata dan bisnis dan juga menjajaki ekspor gas dari ladang di Jalur Gaza ke Eropa melalui Turki. Hal itu disampaikan para pejabat yang tak mau dikutip namanya oleh Bloomberg pada bulan lalu. Namun tidak jelas berapa banyak gas yang ada dan pendistribusiannya dan eksekusinya kemungkinan masih bertahun-tahun lagi karena kurangnya infrastruktur ekspor.
Turki dan Israel selama ini masih tak sejalan soal status wilayah Palestina apalagi Israel menuduh Ankara mendukung Hamas, kelompok militan Islam yang menguasai Jalur Gaza. Namun kesepakatan gas diprediksi dapat menyembuhkan keretakan ini, ujar para pejabat tersebut.
Hubungan kedua negara juga mencapai titik terendah setelah serangan Israel pada 2010 terhadap armada Turki yang menuju Gaza. Mereka baru melanjutkan hubungan diplomatik penuh pada bulan Agustus tahun lalu.
Kedua negara berusaha untuk memperbaiki hubungan dengan negara-negara Arab di wilaya. Awal pekan ini, Erdogan mencapai kesepakatan kerja sama pertahanan dan ekonomi dengan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab dengan melakukan tur Teluk. Sementara Israel menjalin hubungan diplomatik dengan UEA dan Maroko pada tahun 2020, dan mendorong untuk melakukan hal yang sama dengan Arab Saudi.
Di sisi lain, ledakan minat pariwisata mendukung pertumbuhan perdagangan Turki-Israel karena menghidupkan jalur pelayaran dan perjalanan. Perusahaan-perusahaan Israel memulai penerbangan langsung ke resor-resor Turki seperti Antalya dan Bodrum. Jumlah wisatawan Israel yang berkunjung ke Turki diperkirakan akan mencapai 1 juta orang tahun ini, naik 19% dari tahun 2022.
Ekspor Turki ke Israel juga meningkat 11% menjadi US$7 miliar tahun lalu. Sementara impornya sekitar US$2,5 miliar, menurut data pemerintah Turki. Impor Israel dari Turki sebagian besar adalah baja, besi dan bahan konstruksi.
(bbn)