Meski masuk sebagai daftar pengurus dan pemegang saham, baik Hapsoro maupun Arsjad tidak memiliki jabatan di Basis Utama Prima. Sementara, nama Satrio Tjoa berstatus sebagai komisaris perusahaan. Sedangkan Muhammad Yusrizki Muliawan menjabat sebagai direktur Basis Utama Prima.
Dalam dokumen pada Ditjen AHU, Basis Utama Prima memiliki Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Pertama, sebagai perusahaan holding. Kedua, konstruksi jalan raya.
Basis Utama Prima juga masuk KBLI perdagangan besar atas dasar balas jasa (fee) atau kontrak. Perusahaan juga masuk KBLI real estat yang dimiliki sendiri atau sewa dan aktivitas konsultasi manajemen lainnya.
Dalam kasus BTS 4G, Yusrizki diduga menerima duit Rp50 miliar dalam pengerjaan power system berupa baterai dan solar panel pada paket 1 dan 2 Bakti. Selain itu, dia juga menerima US$2,5 juta dalam pengerjaan yang sama pada paket 3 Bakti.
Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate kabarnya memang memerintahkan Direktur Bakti Anang Achmad Latif untuk menyerahkan proyek power system paket 1-5 kepada grup bisnis Yusrizki. Hal tersebut kemudian disampaikan kepada tiga konsorsium pemenang pengadaan paket 1-5 Bakti yaitu Konsorsium FiberhomeTelkom infra Multi Trans Data (MTD) untuk Pengadaan Paket 1 dan 2; Konsorsium Lintas Arta Huawei Surya Energi Indotama untuk pengadaan Paket 3; dan Konsorsium Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS) ZTE untuk paket 4 dan 5.
Yusrizki kemudian merekomendasikan PT Excelsia Mitraniaga Mandiri untuk pekerjaan paket 1 dan 2; PT Bintang Komunikasi Utama untuk pekerjaan paket 3; dan PT Indo Elektrik Instruments untuk pekerjaan paket 4 dan 5.
Kuasa Hukum BUP Yanuar Wasesa sempat memastikan Yusrizki bertindak secara pribadi dalam keterlibatannya dalam proyek Bakti Kominfo. Tim Hukum DPP PDI Perjuangan tersebut juga mengklaim Happy Hapsoro sama sekali tak mengetahui, berkomunikasi, dan berurusan dengan Proyek Bakti melalui Yusrizki.
(ibn/frg)
