a) Sanksi ringan berupa teguran tertulis;
b) Sanksi sedang berupa skorsing selama jangka waktu 3 bulan; dan
c) Sanksi berat berupa penurunan pangkat satu tingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan dari jabatan, pemberhentian sebagai pegawai rumah sakit, dan/atau pemberhentian untuk mengajar.
Bagi peserta didik:
a) Sanksi ringan berupa teguran lisan dan tertulis;
b) Sanksi sedang berupa skorsing paling sedikit 3 bulan; dan
c) Sanksi berat berupa mengembalikan peserta didik kepada penyelenggara pendidikan dan/atau dikeluarkan sebagai peserta didik.
Khusus kepada Pimpinan Rumah Sakit Pendidikan yang terjadi kasus perundungan di rumah sakitnya, dikenakan sanksi:
a. Sanksi ringan berupa teguran tertulis;
b. Sanksi sedang berupa skorsing selama jangka waktu 3 bulan; dan
c. Sanksi berat berupa penurunan pangkat satu tingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan dari jabatan, dan/atau pemberhentian sebagai pegawai rumah sakit.
“Kita berharap bisa memutus puluhan tahun praktik perundungan yang dilakukan kepada PPDS yang selama ini tidak mau didiskusikan. Jadi buat teman-teman peserta didik bisa konsentrasi belajar, lebih kondusif suasananya, dan bebas dari perundungan,” ucap Budi.
Modus Perundungan
Sekadar catatan, Instruksi Menkes tersebut merupakan respons dari unggahan yang menyebar di media sosial terkait dengan tindak kekerasan yang dilakukan oleh dokter senior kepada dokter peserta pendidikan kedokteran spesialis di salah satu rumah sakit Kemenkes.
Setelah dilakukan wawancara, korban mengalami stres karena mendapatkan tekanan pekerjaan yang tidak berhubungan dengan kedokteran.
Budi mengatakan perundungan ini menyebabkan kerugian bukan hanya mental, tetapi juga fisik dan finansial bagi peserta didik. Modus pembentukan karakter dokter-dokter muda biasa menjadi alasan perundungan.
“Praktik perundungan ini kalau saya tanya ke pimpinan rumah sakit selalu dijawab tidak ada, saya enggak tahu apakah ini denial. Namun, kalau saya tanya ke dokter peserta didik selalu ada kasus perundungan,” tuturnya.
Budi mengungkapkan sejumlah pengaduan kasus perundungan yang pernah diaa terima a.l. adanya kelompok di mana peserta didik diperlakukan sebagai asisten, sekretaris, bahkan pembantu pribadi. Mereka diperintah mengantarkan cucian ke penatu, membayar penatu, hingga antar jemput anak dokter senior.
Bahkan, di antara para korban ada yang diminta mengeluarkan biaya hingga puluhan juta rupiah untuk kepentingan pribadi oknum dokter spesialis.
“Kasus itu tidak pernah berani disampaikan oleh para junior, dan akibatnya begitu dia jadi senior dia melakukan hal yang sama. Oleh karena itu, kita berusaha untuk semua rumah sakit vertikal di Kemenkes untuk memutus praktik perundungan pada program pendidikan spesialis kedokteran. Kita akan jalankan ini dengan tegas,” katanya.
Kementerian Kesehatan memfasilitasi siapapun yang ingin mengadukan kasus perundungan dokter pada pendidikan kedokteran spesialis melalui Whatsapp 081299799777 dan situs jejaring https://perundungan.kemkes.go.id/. Kerahasiaan identitas pelapor dijamin pemerintah.
(wdh)