"Bila kuota itu habis, masa penawaran akan ditutup lebih cepat. Kemungkinan malam ini sudah habis [kuota]," kata Deni Ridwan, Direktur Surat Utang Negara Kementerian RI kepada Bloomberg Technoz, Selasa sore (18/7/2023).
Angka itu akan menjadi rekor baru untuk penjualan ORI023, instrumen SBN ritel paling terkenal di antara para investor individu kelas ritel di Indonesia. Memberikan pendapatan kupon antara 5,9% untuk tenor tiga tahun dan 6,1% untuk tenor enam tahun, ORI023 dianggap cukup menguntungkan di tengah proyeksi penurunan bunga acuan dalam tiga hingga enam tahun ke depan.
Terlebih, ORI023 bisa diperdagangkan di pasar sekunder setelah pencairan pendapatan kupon pertama pada September sehingga relatif lebih likuid dibanding SBN ritel lain dan bersaing dengan deposito perbankan juga reksa dana pasar uang.
Walau disebut produk investasi ritel, nyatanya ORI023 baru bisa di'beli' dengan investasi mulai Rp1 juta hingga Rp5 miliar untuk ORI023-T3 dan maksimal Rp10 miliar untuk ORI023-T6. Belum ada data lebih lengkap terkait peta demografis pemesan ORI023, apakah didominasi oleh investor berdana terbatas jutaan rupiah atau investor ritel berkantong tebal dengan dana ratusan juta rupiah hingga miliaran rupiah.
Dana nasabah kaya di bank melesat
Para pemegang dana di Indonesia juga cenderung terus meningkatkan simpanan mereka di bank, terutama untuk kelompok nasabah bank yang memiliki saldo simpanan di atas Rp500 juta hingga Rp5 miliar.
Mengacu pada data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), simpanan dengan saldo jumbo kompak melesat naik pada Mei. Simpanan bersaldo Rp500 juta hingga Rp1 miliar naik 0,2% menjadi Rp566 triliun. Lalu, simpanan dengan nilai saldo Rp1 miliar sampai Rp2 miliar naik lebih tinggi hingga 0,6% selama Mei menjadi Rp497 triliun, disusul simpanan bersaldo Rp2 miliar sampai Rp5 miliar mencatat kenaikan 0,7% menjadi Rp652 triliun.
Kenaikan terutama di produk deposito, deposito on call dan sertifikat deposito. Para nasabah berkantong tebal juga banyak menaikkan simpanan di bank BUMN, bank campuran serta bank swasta nasional
Pada saat yang sama, simpanan nasabah dengan saldo 'receh' di bawah Rp100 juta mencatat penurunan 0,5%, disusul simpanan antara Rp100 juta-Rp200 juta turun 0,4% dan simpanan bersaldo Rp200 juta-Rp500 juta susut 0,1%.
Terus naiknya tawaran bunga simpanan terutama deposito berjangka seiring dengan tingginya bunga acuan BI7DRR menjadi daya tarik utama bagi para kaum berkantong tebal untuk membiakkan dananya di simpanan bank.
Berdasarkan data BI, hampir semua tenor simpanan berjangka mencatat kenaikan yaitu untuk tenor 1 bulan naik menjadi 4,2% dari 4,14% pada April, tenor 3 bulan naik dari 4,44% menjadi 4,51% pada Mei, kemudian tenor 6 bulan tawaran bunganya juga naik dari 4,66% menjadi 4,71%. Juga, tenor 12 bulan yang mencatat kenaikan tawaran bunga dari 4,97% menjadi 5,02%. Sementara simpanan tenor 24 bulan stabil di kisaran 5,33% pada Mei kemarin.
Konsumsi tertahan
Kecenderungan para kaum berduit yang memilih menahan dananya untuk diinvestasikan ketimbang membelanjakannya tidak bisa dilepaskan sebagai buntut dari kebijakan pengetatan moneter oleh Bank Indonesia yang menaikkan bunga acuan sejak Agustus 2022 sampai Januari 2023 sebanyak 225 bps dan kini menahannya di level 5,75% selama lima bulan terakhir.
Tawaran imbal hasil yang makin menarik ditambah masih lesunya permintaan konsumen serta suramnya permintaan global yang tersendat kelesuan, membuat konsumen menahan diri dari aktivitas belanja dan konsumsi.
Bank Indonesia melaporkan, penjualan eceran riil pada Mei terkontraksi baik secara bulanan maupun tahunan. Pada Mei, penjualan eceran riil tercatat anjlok 4,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sedangkan dibandingkan April, penurunannya lebih dalam mencapai 8%.
Penurunan penjualan eceran secara bulanan dilihat sebagai rangkaian siklus normalisasi konsumsi pascaperiode Lebaran pada April. Secara tahunan, kontraksi penjualan eceran diduga masih sebagai dampak kenaikan harga BBM pada September yang berimbas pada daya beli masyarakat sejurus dengan inflasi harga barang.
"Penurunan penjualan ritel secara tahunan memang menunjukkan ada penurunan daya beli masyarakat karena memang tahun lalu kita sangat menikmati windfall komoditas sehingga uang beredar sangat banyak dan berimbas pada daya beli masyarakat yang tinggi," komentar Teuku Riefky, ekonom dari LPEM UI.
Kelesuan penjualan eceran diperkirakan akan berlanjut pada Juni dengan prakiraan kontraksi -0,1% month-to-month, meski secara tahunan diprediksi berbalik tumbuh positif 8%, demikian hasil survei Bank Indonesia yang dirilis hari ini. Terutama didorong oleh penjualan kelompok makanan dan minuman serta bahan bakar kendaraan bermotor.
Proyeksi itu kemungkinan besar menjadi kenyataan bila menimbang hasil survei konsumen terakhir yang dirilis pekan lalu di mana mayoritas konsumen di Indonesia menurun level optimisme-nya terhadap kondisi ekonomi ke depan.
Indeks Keyakinan Konsumen Juni masih di level optimistis akan tetapi turun ke posisi 127,1 dari sebelumnya di 128,3 pada Mei 2023. Penurunan optimisme konsumen terjadi di hampir semua kelompok pengeluaran, di mana yang terlihat paling kurang optimistis adalah kelompok pengeluaran menengah bawah (Rp2,1 juta-Rp3 juta) dan menengah (Rp4,1 juta-Rp5 juta).
Mulai memudarnya keyakinan konsumen itu utamanya untuk pembelian barang tahan lama yang diprediksi menurun pada Juni terutama oleh kelompok pengeluaran di atas Rp5 juta, juga kelompok Rp2,1 juta-Rp3 juta.
Pemicu penurunan keyakinan konsumen tak lain adalah karena kekhawatiran terhadap kondisi penghasilan yang ditakutkan tidak lagi bisa mengimbangi pengeluaran. Pada Juni 2023, optimisme konsumen terhadap penghasilan saat ini dibandingkan 6 bulan lalu menurun, bila dibanding survei pada Mei terutama pada kelompok berpengeluaran menengah ke bawah.
Laporan terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) juga semakin mengonfirmasi dugaan kelesuan konsumsi masyarakat dengan penurunan impor barang konsumsi yang ditengarai karena lemahnya permintaan. Impor barang konsumsi pada Juni terkontraksi 6,6% secara tahunan dan anjlok lebih dari 20% dibanding Mei.
"Perlambatan impor barang konsumsi pada Juni lalu mengonfirmasi perlambatan konsumsi domestik yang terindikasi dari rilis data Indeks Kepercayaan Konsumen dan Indeks Penjualan Riil. Perkiraan kami, konsumsi domestik tumbuh 4,3% year-on-year pada kuartal II-2023, lebih lambat dibanding kuartal I sebesar 4,5%," kata Macro Strategist Samuel Sekuritas Lionel Prayadi dalam catatan, Selasa (18/7/2023).
Capaian kinerja neraca dagang pada Juni mengindikasikan perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2023 menjadi 4,6% dari sebesar 5% pada kuartal sebelumnya, menurut prediksi Samuel Sekuritas.
Toh, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani tetap optimistis Indonesia akan mampu mencapai pertumbuhan 5% tahun ini di tengah suramnya prospek pertumbuhan China yang membuat perekonomian global dalam tanda tanya seiring masih tingginya bunga acuan di kawasan ekonomi utama.
"Kami optimistis untuk 2023 karena kami melihat data angka pada semester I-2023," kata Sri dalam wawancara dengan Bloomberg TV di tengah acara pertemuan Menteri Keuangan G-20 di India.
"Pada semester II-2023, ada sisi positif dari domestik yaitu dari konsumsi rumah tangga, di mana ada gelar Pemilihan Umum tahun depan yang akan menaikkan pertumbuhan ekonomi karena peningkatan belanja baik dari pemerintah maupun dari partai politik," jelasnya.
Dalam pandangan ekonom, pemerintah perlu berupaya menaikkan kepercayaan diri para konsumen domestik bahwa jelang Pemilu 2024 kondisi masih akan stabil. Dengan kepercayaan diri yang terjaga, masyarakat akan berbelanja dan beraktivitas ekonomi tanpa khawatir sehingga roda perekonomian bisa menggelinding cepat.
"Bukan stimulus yang [mendesak] dibutuhkan tapi bagaimana agar pemerintah dapat menjaga keyakinan konsumen bahwa di tahun politik kondisi masih akan tetap stabil. Jika masyarakat bisa dijaga kepercayaan dirinya, sehingga aktivitas belanja berjalan juga kegiatan ekonomi lain, maka konsumsi masyarakat masih akan terjaga," kata Riefky.
(rui/wdh)