Sementara poin dalam SEMA yakni pengadilan diminta memberikan kepastian dan kesatuan penerapan hukum dalam mengadili permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan. Para hakim harus berpedoman pada ketentuan:
1. Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f Undang Undang Nomor 1 Tahun
197 4 tentang Perkawinan
2. Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan.
Diketahui hingga saat ini UU Perkawinan belum mengakui pernikahan beda agama di Indonesia.
Gugatan uji materi terhadap Undang Undang Perkawinan sendiri sudah beberapa kali diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam beberapa kali kesempatan, para pasangan yang menikah beda agama menggugat pasalnya ke MK. Namun gugatan agar pernikahan beda agama dilegalkan negara tersebut tak kunjung dikabulkan.
(ezr)