“Saat ini terdapat penerapan regulasi EU Regulation on Deforestation di kawasan Uni Eropa yang menuntut para pelaku industri di Indonesia, seperti sektor mamin, untuk menunjukkan bukti sertifikasi dan verifikasi bahwa produknya tidak berdampak pada deforestasi,” ujarnya.
Dia mengatakan, melalui digitalisasi, perusahaan mamin dapat memastikan ketertelusuran produk-produknya agar bisa menembus pasar ekspor. “Kami meyakini industri mamin bisa melakukannya dengan baik,” kata Putu.
Adapun, upaya digitalisasi ini telah dijalankan oleh pelaku industri pengolahan susu di dalam negeri, mulai dari peternakan, tempat pengumpulan susu, hingga pada proses pengolahan.
Setelah memberikan pendampingan digitalisasi, pemerintah akan melakukan sesi pendalaman dengan bantuan tenaga ahli dan instruktur tentang pengetahuan dan penggalian ide implementasi Industri 4.0 di perusahaan.
Tingkat berikutnya, proses internalisasi dan presentasi pilot project di depan dewan direksi yang didampingi oleh tenaga ahli dan asesor.
“Apabila pilot project ini dapat diimplementasikan, maka SDM tersebut akan diberikan fasilitas sertifikasi kompetensi yang diharapkan mampu menjadi agent of change bidang transformasi Industri 4.0 di sektor industri makanan dan minuman,” paparnya.
Merujuk data Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) Kemenperin, hingga saat ini sebanyak 114 perusahaan makanan dan minuman telah mengisi self assessment INDI 4.0 yang merupakan indeks acuan untuk mengukur tingkat kesiapan industri untuk bertransformasi menuju industri 4.0.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman menyampaikan, kegiatan pendampingan Industri 4.0 ini menunjukkan keseriusan dalam upaya mendukung peningkatan daya saing, khususnya sektor mamin.
Menurut Adhi, pendampingan ini menjadi dasar dalam pengembangan SDM kompeten untuk dapat menerapkan industri 4.0. “Semoga penerapan digitalisasi ini semakin banyak perusahaan yang dapat merasakan manfaatnya, termasuk sektor industri kecil dan menengah,” tuturnya.
(wdh)