Menurut laporan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Selasa (18/7/2023), investasi hulu migas semester I-2023 mencapai US$5,7 miliar atau naik secara tahunan dari US$4,7 miliar.
Akan tetapi, realisasi tersebut masih jauh di bawah target pemerintah pada semester I-2023 sejumlah US$7,4 miliar, apalagi target APBN 2023 sebanyak US$15,54 miliar sampai dengan akhir tahun ini.
"Investasi hulu migas [ini] terkendala sumur, ada proyek yang belum onstream. Namun, outlook [proyeksi] kami, [investasi sampai dengan akhir tahun ini] bisa mencapai US$15,6 miliar, tentunya dengan perhitungan dan forecast [perkiraan], serta parameter yang ada saat ini," kata Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf, Selasa (18/7/2023).
Lifting minyak semester I-2023 mencapai 615,5 MBPOD naik tipis dari periode yang sama tahun lalu 614,5 MBPOD. Namun, capaian itu juga masih jauh di bawah target semester I di level 618,7 MBPOD dan target APBN 2023 sebanyak 660 MBPOD.
Makin Turun
Realisasi salur gas pada paruh pertama tahun ini mencapai 5.308 MMSCFD alias turun dari periode yang sama tahun lalu sebanyak 5.326 MMSCFD. Capaian itu juga meleset dari target semester I sejumlah 5.322 MMSCFD dan target APBN 2023 sebanyak 6.160 MMSCFD.
Sementara itu, capaian RRR semester I tahun ini hanya mencapai 52,9%;merosot dari periode yang sama tahun lalu sebesar 77%. Walakin, realisasi itu melampaui target 19% untuk paruh pertama tahun ini dan lebih dari setengah target APBN 2023 sebesar 100%.
Dalam hal cost recovery hulu migas, realisasi per semester I mencapai US$3,07 miliar atau turun secara tahunan dari US$3,20 miliar. Capaian itu juga di bawah target paruh pertama sejumlah US$4,3 miliar dan target tahunan APBN 2023 senilai US$8,23 miliar.
Imbas Anomali Global
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan bahwa melempemnya kinerja hulu migas semester I-2023 tidak lepas dari pengaruh anomali sektor energi dunia, sebagai imbas dari dinamika konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina.
“Tentu saja ini menyebabkan pertanyaan-pertanyaan mengenai supply-demand, dan lain sebagainya. [...] Kemudian, OPEC juga menyampaikan kebijakan untuk masih mempertahankan harga [minyak], sehingga barangkali kita bisa mengambil posisi bahwa harga minyak pada masa depan masih akan berkisar antara US$70—US$80 per barel,” ujarnya.
Dia pun menggarisbawahi Indonesia membutuhkan berbagai terobosan untuk menggairahkan kinerja sektor hulu migas. Salah satunya dengan menggaet lebih banyak kontrak kerja jangka panjang.
“Untuk investasi di hulu migas, Indonesia sudah memihak dengan kebijakan yang fleksibel, perbaikan perpajakan, pengutusan, dan sebagainya. Untuk attractiveness sudah meningkat. Kami harapkan ada kenaikan investasi di Indonesia. Ini sudah meningkat dari 2020, tentu saja masih ada hal-hal yang perlu diperbaiki, khususnya dalam aspek legal,” tegas Dwi.
(wdh)