Logo Bloomberg Technoz

Tahap I, dalam hal tingkat kemajuan fisik pembangunan ~ 50% (lebih dari atau sama dengan lima puluh persen) sampai dengan < 70% (kurang dari tujuh puluh persen) dari total pembangunan,” tulis regulasi tersebut, seperti dikutip Selasa (18/7/2023).

Tahap II, dalam hal tingkat kemajuan fisik pembangunan ~ 70% (lebih dari atau sama dengan tujuh puluh persen) sampai dengan < 90% (kurang dari sembilan puluh persen) dari total pembangunan.

Tahap III, dalam hal tingkat kemajuan fisik pembangunan ~ 90% (lebih dari atau sama dengan sembilan puluh persen) sampai dengan 100% ( seratus persen) dari total pembangunan.

Dalam regulasi sebelumnya, syarat pembangunan smelter untuk dapat mengekspor konsentrat logam hanya 30% untuk Tahap I, >30% sampai 50% untuk Tahap II, dan >50% untuk Tahap III.

Pemerintah pun mensyaratkan perusahaan yang akan mengekspor komoditas mineral logam untuk mencantumkan tahapan kemajuan fisik pembangunan smelter-nya dalam rekomendasi ekspor yang diterbitkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Adapun, rekomendasi dari ESDM tersebut harus dicantumkan dalam surat persetujuan ekspor yang diterbitkan oleh Menteri Perdagangan dan menjadi dasar dalam pengenaan tarif Bea Keluar.

Progres pembangunan smelter mineral logam. (Sumber: Kementerian ESDM)


Besaran Tarif Ekspor

Lebih lanjut, besaran BK konsentrat mineral logam tercantum dalam Lampiran huruf E dan F peraturan tersebut.

Berdasarkan lampiran E, komoditas yang dikenakan bea keluar a.l. konsentrat tembaga dengan kadar 15% Cu; konsentrat besi laterit (gutit,hematit,magnetit) dengan kadar 50% Fe dan kadar (AbO3+SiO2) 10%; Konsentrat timbal dengan kadar 56% Pb; dan Konsentrat seng dengan kadar 51 % Zn.

Pengenaan BK produk pengolahan mineral logam tersebut dibagi menjadi dua periode implementasi, yaitu periode 17 Juli—31 Desember 2023 serta periode 1 Januari—31 Mei 2024.

Besaran tarif ekspor baru untuk konsentrat tembaga periode sampai akhir tahun ini adalah 10% untuk progres smelter Tahap I, 7,5%  untuk Tahap II, dan 5% untuk Tahap III.

Sementara itu, bea keluar untuk konsentrat besi, timbal, dan seng masing-masing 7,5% Tahap I, 5% Tahap II, dan 2,5% Tahap III.

Periode lima bulan pertama 2024, besaran BK untuk konsentrat tembaga dinaikkan menjadi 15% untuk progres smelter Tahap I, 10% Tahap II, dan 7,5% Tahap III.

Adapun, tarif ekspor konsentrat besi, timbal, dan seng periode 1 Januari—31 Mei 2024 adalah sama, yaitu masing-masing 10% untuk Tahap I, 7,5% Tahap II, dan 5% Tahap III.

Sebagai perbandingan; dalam peraturan yang sebelumnya, yaitu PMK No. 39/2022, besaran bea keluar untuk seluruh konsentrat mineral tembaga dipukul rata dengan besaran 5% untuk progres smelter Tahap I, 2,5% untuk Tahap II, dan 0% untuk Tahap III. 

Menko Airlangga Hartarto didampingi Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita mengunjungi smelter Freeport (Dok. Humas Kemenko Perekonomian)


Izin Ekspor Macet

Sebelumnya, Freeport Indonesia telah mengeluhkan soal kepastian izin ekspor mineral tersebut, yang mengakibatkan operasionalnya terganggu. Sebab itu, PTFI mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan izin ekspor konsentrat tembaga.

VP Corporate Communications Freeport Indonesia Katri Krisnati mengonfirmasi belum juga mengantongi izin ekspor konsentrat tembaga, yang telah dijatah sebanyak 2,3 juta ton untuk tahun ini.

Katri mengungkapkan gudang penyimpanan konsentrat milik Freeport di Mimika sekarang ini sudah dalam kondisi penuh.

"Bahkan, sebagian konsentrat terpaksa harus diletakkan di luar gudang. Tanpa izin ekspor, dapat dapat dipastikan akan berakibat penangguhan kegiatan PTFI, yang berdampak signifikan pada keseluruhan kegiatan operasional serta penjualan hasil tambang,” ujarnya kepada Bloomberg Technoz, awal bulan ini.

Tidak hanya Freeport, Amman Mineral juga mengonfirmasi isu kesulitan ekspor konsentrat tembaga akibat tidak kunjung diterbitkannya izin dari pemerintah. 

Namun, perusahaan mengatakan sampai dengan saat ini perusahaan masih berkomunikasi dengan kementerian terkait, agar bisa segera mendapatkan izin ekspor konsentrat tembaga.

AMMN menargetkan dapat memproduksi konsentrat tembaga sebanyak 1,1 juta ton, sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2023. Namun, RKAB tersebut, lanjutnya, masih bisa direvisi.

Vice President of Corporate Communication and Investor Relation Amman Mineral, Kartika Oktaviana, menekankan bahwa sejauh ini komunikasi antara Amman dan Kementerian ESDM berlangsung cukup lancar.

“Masih dalam proses dan sedang berkomunikasi dengan pemerintah. Kami sudah submit dokumen [pengajuan ekspor]-nya, tinggal administrasinya. Kami menunggu kabar baik dan dukungan dari pemerintah,” ujarnya saat ditemui, Jumat (7/7/2023). 

Kompleks tambang tembaga dan emas Grasberg milik Freeport McMoRan Inc. di provinsi Papua, Indonesia, Rabu (22/4/2025). (Dadang Tri/Bloomberg)

PTFI dan AMMN mendapatkan dispensasi larangan ekspor mineral mentah, termasuk konsentrat tembaga yang diberlakukan pemerintah mulai 10 Juni 2023. Pengecualian hanya diberikan kepada perusahaan yang sudah menyelesaikan pembangunan smelter dengan kemajuan lebih dari 50% dengan sejumlah syarat dan ketentuan.

Syarat dan ketentuan tersebut meliputi sanksi denda administratif yang diatur dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 89/2023 tentang Pedoman Pengenaan Denda Administratif Keterlambatan Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral Logam di Dalam Negeri.

Pengenaan denda yang diberikan tersebut berupa penempatan Jaminan Kesungguhan 5% dari total penjualan periode 16 Oktober 2019—11 Januari 2022 dalam rekening bersama (escrow account).

Apabila pada 10 Juni 2024 tidak mencapai 90% dari target,  jaminan kesungguhan disetorkan kepada kas negara, pengenaan denda administratif atas keterlambatan pembangunan sebesar 20% dari nilai kumulatif penjualan ke luar negeri untuk setiap periode keterlambatan dengan mempertimbangkan dampak pandemi Covid-19 berdasarkan laporan Verifikator Independen.

(wdh)

No more pages