Pertamina International Shipping Bicara Ekspansi hingga Go Public
Wike Dita Herlinda
17 July 2023 17:18
Bloomberg Technoz, Singapura – PT Pertamina International Shipping (PIS) menjadi salah satu anak usaha Pertamina Group yang saat ini memainkan peran krusial dalam memposisikan industri logistik energi Indonesia di pasar global.
Bloomberg Technoz berkesempatan untuk menggali lebih dalam mengenai hal tersebut dengan CEO Pertamina Shipping International, Yoki Firnandi, yang juga merupakan pemimpin perusahaan termuda di Pertamina Group.
PIS sedang fokus untuk ekspansi layanan ke pasar internasional, lantaran pasar domestik sudah mulai mature. Bisa dielaborasi, apa yang selama ini sudah dilakukan terkait dengan hal itu, serta bagaimana rencana pengembangannya?
Iya, karena pasar domestik sudah mature, kami harus going out; go global, menjadi pemain regional dan internasional di sektor shipping and marine logistics. Kami memahami untuk go global, kami butuh memperluas jaringan.
Untuk itu; pertama, kami sudah punya anak usaha PIS yang Singapura, namanya PIS Asia Pacific. Nah, ini adalah outlet pertumbuhan kami di kawasan Asia Pasifik yang sudah berdiri sejak 2018 dan sekarang kami perkuat terus; mulai dari sumber dayanya, orang-orangnya, kapal-kapalnya dan kapabilitasnya.
Akhir tahun lalu, kami sudah punya cabang di Dubai, yang mudah-mudahan segera akan menjadi anak usaha, namanya PIS Middle East. Sesuai namanya, itu cerminan bahwa kami mau menjangkau pasar Timur Tengah dan sekitarnya seperti Asia Selatan, termasuk India yang pangsa pasar dan kebutuhan energinya besar.
Pada saat kami mendirikan PIS Middle East tahun lalu, kami sadar bahwa ternyata pendapatan dari [layanan] internasional kami baru sekitar 3,5% disumbang dari Timur Tengah. Sisanya 96,5% masih dari Asia Pasifik. Itu membuktikan bahwa kita memang harus serius menggarap pasar Timur Tengah. Itu mengapa network kami harus diperluas.
Kedua, pada saat kami mau menjadi international player di sektor ini; artinya suka atau tidak suka kami harus bisa mengikuti standar, persyaratan, dan regulasi internasional maupun standar dari penyewa atau pengguna jasa kami.
Jadi, dari situ ada perbaikan signifikan dari sisi bagaimana kami mengelola kapal. Kapalnya harus bagus, harus sesuai standar. Dari kapal-kapal yang kami operasikan –baik yang milik sendiri maupun pihak ketiga– standardisasinya kami naikkan.
Lalu, tidak hanya standar kapal dan operasionalnya, tetapi juga layanannya menjadi lebih baik. Kami menaikkan skill dan kompetensi. Kami banyak memiliki talenta muda yang kami kirim untuk magang maupun bekerja di kantor kami di Dubai dan Singapura. Kami juga terbuka untuk merekrut talenta terbaik di industri ini. Kami memang dalam proses untuk merekrut beberapa posisi penting, yang menurut kami, masih butuh dibangun kapabilitasnya.
Berarti ada rencana PIS masuk ke bisnis pengapalan dan logistik di luar migas?
Iya, petrokimia. Masih muatan cair kan. Lalu juga biofuel seperti FAME atau metanol dan sebagainya. Itu semua sangat relevan dengan bisnis kami. Tinggal bagaimana kami bisa menyiapkan teknisnya, kapalnya, jejaring konsumen, dan lain sebagainya.
Secara umum begini, pada saat kami ingin masuk ke satu kawasan untuk berbisnis di pasar baru, memang tentunya kita harus kenal pasar itu. Kami enggak bisa cuma ‘Oh kami mau market Eropa’, lalu tiba-tiba cari potensinya.
Mungkin bisa saja jangka pendek seperti itu, 1—2 tahun. Namun, untuk bisa sustain dalam bertumbuh dan benar-benar menjadi pemain yang signifikan di kawasan, ya memang kami harus invest waktu dan sumber daya yang tahap awal memang hanya dikhususkan untuk menjaring informasi [kondisi dan kebutuhan pasar].
Secara growth, pertumbuhan PIS Middle East seperti apa sejauh ini?
Kalau kami melihat dari sisi kami; pertama, potensinya ada. Kami sudah mulai mendapatkan permintaan dan customer, walaupun belum signifikan karena kami masih butuh aset [kapal] untuk melayani.
Sejauh ini berapa kapal yang dioperasikan PIS?
Kalau kita berbicara kapal untuk angkutan atau carrier, PIS sekarang mengoperasikan kurang lebih hampir 300 kapal di seluruh dunia. Dari jumlah itu, 98 di antaranya milik PIS, sedangkan sisanya sewa. Kami berekspektasi dalam beberapa tahun ke depan akan terus tumbuh.
Berapa rencana penambahan kapal dan investasi yang disiapkan?
Ada kebutuhan untuk menggantikan kapal yang sudah tua dan juga untuk menambah
Kalau investasinya untuk ke depan, kami belum punya angka final. Namun untuk tahun ini saja, belanja modal kami untuk investasi dibutuhkan kurang lebih hampir US$800 juta, di mana belanja untuk kapal kurang lebih sekitar 30% di antaranya. Jadi sekitar US$250 juta untuk tahun ini saja untuk pembelian kapal.
Sektor migas saat ini tengah disentil oleh banyak sentimen. Mulai dari isu krisis energi, transisi ke energi hijau, hingga pemangkasan produksi OPEC+. Bagaimana sentimen-sentimen itu berdampak terhadap bisnis PIS, terutama di tengah rencana untuk kian serius menggarap pasar Timur Tengah?
Bisnis internasional yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan komoditas energi, memang penuh ketidakpastian. Di satu sisi, kita tahu ada pemulihan pascapandemi di mana aktivitas ekonomi di sejumlah negara sudah mulai tumbuh lagi. Di sisi lain, ada kekhawatiran resesi yang pasti akan menghambat pertumbuhan ekonomi apalagi di belahan Barat. Itu yang menjadi dilema [bagi bisnis kami].
Namun, poin pertama, kami melihat ternyata pertumbuhan permintaan terhadap minyak mentah ini sudah mulai tinggi lagi. Kalau kita lihat saat pandemi, permintaan minyak mentah kurang dari 100 juta barel per hari, saat ini sudah lebih dari 100 juta dan bahkan ada proyeksi dalam beberapa tahun ke depan akan tembus lebih dari 105 juta barel per hari.
Sekarang setidaknya permintaan untuk volume [komoditas energi] yang ditransportasikan itu ada.
Seperti apa peluang diversifikasi yang ingin ditangkap PIS di tengah ketidakpastian sektor migas dan bisnis terkaitnya?
Lini bisnis kami tidak hanya di pengapalan. Kami punya marine logistics dan terminal. Menurut saya, strategi kami dalam mengelola portofolio bisnis ini juga sangat penting, supaya kami tidak menggantungkan 100% pendapatan dari sektor pengapalan.
Bagaimana prospek LNG shipping? Selama ini berapa banyak porsi pengapalan LNG dibandingkan dengan crude?
Memang bisnis terbesar kita masih di pasar domestik. Cuma kalau sudah bicara bisnis internasional, artinya tidak terbatas pada kargonya Pertamina Group atau perusahaan Indonesia. Kita harus bisa melihat potensi-potensi lain.
Kalau kita berbicara gas, LNG contohnya, ini akan banyak produksi LNG baru seperti di Qatar dan juga di AS. Kami aktif ikut tender penyediaan kapal LNG. Kami juga berbicara dengan Pertamina Group untuk penjualan portofolio LNG Pertamina yang tidak harus dijual ke dalam negeri. Jadi, potensinya sendiri relatif lebih besar.
Makanya, menurut kami, mengejar pasar internasional itu sangat relevan supaya kami juga tidak terlalu bergantung dengan kebijakan di dalam negeri.
Kalau bicara persentase, memang hampir 100% yang kami transportasikan masih didominasi minyak mentah, BBM [bahan bakar minyak] dan LPG [gas minyak cair]. LNG sendiri memang salah satu prioritas kita. Terlebih, dunia diperkirakan –khususnya pada 2026 dan setelahnya– kekurangan kapal LNG.
Tadi disebutkan salah satu fokus bisnis PIS di luar shipping adalah terminal. Terkait dengan itu, bagaimana progres dan target relokasi TBBM Pertamina Plumpang?
Ini kami sudah mendapatkan mandat dari Bu Nicke [Widyawati] sebagai Dirut Pertamina untuk mengembangkan konsep terminal baru untuk menyokong wilayah Jabodetabek. Kami sudah menyelesaikan studi tahap awal untuk membangun Jakarta New Green Terminal di kawasan Kalibaru yang saat ini dikembangkan oleh Pelindo.
Ini namanya ‘Project Horizon X’. Jadi horizon itu artinya untuk jangka panjang. X itu artinya ‘sesuatu yang baru’.
Kami sudah melakukan studi tahap awal. Kami sudah presentasikan ke pemegang saham Pertamina dan mendapatkan respons yang sangat positif, dan kami juga sudah berbicara dengan mitra potensial; dalam hal ini bisa jadi penyewa potensial atau terlibat di proyek tersebut sebagai investor atau lender yang bersedia membiayai proyek ini.
Setelah itu, kami akan employ teknologi terbaik agar terminal ini dioperasikan dengan standar terbaik dan efisien, aman, andal, juga tentunya emisinya lebih rendah. Itu mengapa namanya Jakarta New Green Terminal.
Terkait dengan rencana-rencana investasi dan penggalangan dana untuk proyek-proyek PIS. Dalam jangka pendek, bagaimana dengan persiapan menjadi perusahaan terbuka melalui IPO [initial public offering]?
Dalam jangka pendek, kami mencari dana melalui corporate loan dan penerbitan obligasi. IPO adalah strategi jangka menengah kami juga. Mungkin sekitar 2—3 tahun lagi [IPO-nya]. Ini menjadi salah strategi yang sangat serius kami pertimbangkan. Tercatat di bursa domestik.
Namun, tentunya ada banyak hal yang menjadi pertimbangan dan persiapan. Kami sedang memperkuat equity untuk bisa menuju IPO. Mungkin antara 2025—2026.
Berapa target dana publik yang hendak dihimpun? Dan akan dialokasikan untuk apa?
Kami belum sampai ke detail itu. Memang fokus kami sekarang masih lebih ke bagaimana memperkuat pondasi kami untuk 2023. Namun, memang, semester II-2023 ini kami sudah mulai bicara lebih serius tentang rencana IPO.
Lebih serius dalam artian kami sudah akan membangun timnya, mempersiapkan equity story kami agar saat 2025 nanti sudah clear untuk apa kami IPO dan berapa besar yang ingin dihimpun, dan lain-lain.
Jadi memang kami masih di early stage untuk menuju ke sana.
Tahun lalu capaian laba PIS mencapai lebih dari Rp3 triliun. Apa rencana untuk mempertahankan, bahkan menaikkan, capaian tersebut sebagai persiapan jelang IPO?
Sekarang bisa dikatakan sekitar 87,5% pendapatan kami masih dari Pertamina Group. Sekitar 12% dari pihak ketiga, tahun lalu masih kurang dari 10%, tetapi sekarang sudah bertumbuh.
Menurut saya, bisa dikatakan bisnis PIS sebagai anak usaha Pertamina itu berkah bagi kami. Secara tidak langsung, artinya kami punya captive market yang cukup besar yang menjadi jangkar dari bisnis PIS. Jangkar dalam arti bisnis PIS stabil, sustain, pertumbuhannya tetap ada; meskipun secara margin tidak semenarik pada saat kami berbisnis internasional karena ini terkait dengan peran Pertamina untuk menyalurkan energi di dalam negeri dengan biaya seekonomis mungkin. Jadi kami wajib menyokong mandat pemerintah tersebut.
Namun, justru karena pasar Pertamina ini adalah jangkar, artinya kami punya pondasi yang solid yang memberanikan kami untuk punya portofolio bisnis yang agak berbeda. Portofolio bisnis yang secara risiko lebih tinggi, tetapi juga memberikan return yang lebih baik.
Makanya tadi, melalui anak-anak usaha PIS, kami menjajaki proyek-proyek di luar negeri dan klien-klien baru. Namun, tantangannya, sekarang pasar pengapalan yang sedang sangat kuat ini juga diikuti dengan harga aset yang sangat mahal.
Jadi, kami harus tumbuh, harus investasi, tetapi harus selektif juga dalam memilih portofolio. Jangan sampai kami investasi pada saat yang salah atau membeli aset yang tidak tepat pada saat pasar terkoreksi.
Kami sudah melihat, ke depan, pasar angkutan LNG akan sangat kuat. Ini sangat terlihat dari harga aset yang terus-terusan naik. Harga kapal untuk LNG, misalnya, tahun lalu sekitar senilai US$90 juta, sekarang harganya sudah lebih dari US$100 juta. Jadi sudah ada capital gain dari aset itu sendiri. Itu menunjukkan bagaimana pasar sangat bullish terhadap potensi angkutan gas.
Ada potensi pertumbuhan angkutan LNG akan menyalip crude?
Secara growth iya. Permintaan terhadap angkutan LNG pertumbuhannya sudah melampaui crude. Namun, untuk volumenya, tentu masih jauh lebih besar minyak mentah.
Akan tetapi, seperti saya katakan tadi, tantangannya adalah potensi kekurangan kapal tangker global dalam beberapa tahun ke depan. Dalam hal ini kami masih wait and see akan ambil posisi atau tidak. Bisnis pengapalan ini sama seperti minyak, ada siklusnya.
Namun, para analis di sektor pengapalan bilang, [LNG] ini pasar yang sedang sangat kuat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Soal rebranding beberapa anak usaha PIS di luar negeri. Selain untuk memposisikan diri di pasar internasional, rebranding ini akan membawa bisnis PIS ke arah mana?
Pertama, rebranding [PIS Singapura menjadi PIS Asia Pacific] ini untuk kejelasan. Bahwa kantor di Singapura ini memang untuk melayani pasar Asia Pasifik, tidak hanya Singapura. Tentunya kapal yang beroperasi di kawasan ini agak berbeda dengan di Timur Tengah.
Di Asia Pasifik lebih banyak refined products yang dikapalkan, sedangkan di Timur Tengah lebih banyak komoditas mentah.
Kedua, dengan rebranding ini juga diharapkan mitra kerja kami memiliki kejelasan dalam membentuk kesepakatan. Mereka dealing ini dengan PIS mana. Mereka menjadi lebih tahu bagaimana kami menstrukturkan bisnis kami.
Namun, di balik itu, sebenarnya kami baru berdiskusi internal bahwa engine pertumbuhan kami melalui anak usaha ini [PIS Asia Pacific]. Jadi, kami akan serius mengelola anak usaha kami untuk lebih siap berkompetisi.
Pada 2030, PIS menargetkan 20% pendapatannya dari green business. Apa saja yang akan dioptimalkan untuk mencapai misi tersebut?
Kita sudah memetakan beberapa potensi energi masa depan. Amonia Indonesia sudah mulai produksi, hidrogen pun sudah mulai. Kami akan mulai dengan komoditas ramah lingkungan yang diproduksi Indonesia. Seperti biofuel juga. Pertanyaannya tinggal, bagaimana kami siap masuk ke sana [pengapalannya]?
Dari sisi teknologi dan aset yang kami investasikan pun, kami sudah siapkan untuk bisa mengangkut itu semua. Misalnya kapal LPG yang sedang kami siapkan, dia juga bisa digunakan untuk mengangkut amonia.
Pada akhirnya, seberapa besar kans Indonesia untuk menjadi market leader di industri logistik energi?
Dari sisi kapal yang kami operasikan saat ini, PIS merupakan perusahaan perkapalan terbesar di Asia Tenggara.