Pemantau dari Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE) menyimpulkan tahun lalu bahwa pasukan Kremlin telah menggunakan bom cluster selama invasi ke Ukraina, yang menciptakan "kerusakan yang tidak perlu dan tidak proporsional terhadap warga sipil” di sana.
“Pasukan Rusia telah menggunakan bom cluster dan menggunakan senjata eksplosif seperti bom yang dijatuhkan dari udara, rudal, peluru artileri berat, dan beberapa roket di daerah berpenduduk,” kata duta besar Amerika Serikat (AS) untuk OSCE yang berbasis di Wina pada Juli 2022.
Putin, dalam wawancara Russia-1, juga menyebut ada kekurangan amunisi Rusia selama periode waktu tertentu, sebuah pengakuan yang jarang diungkap oleh pemimpin Kremlin soal kekuatan militer negara itu.
AS mengumumkan bulan ini bahwa mereka akan mengirim bom cluster ke Ukraina, beberapa bulan setelah Kyiv mengajukan permintaan untuk senjata tersebut.
Bom itu sudah mulai tiba di Ukraina, kata Pentagon pada Kamis lalu.
Lebih dari 100 negara, termasuk beberapa anggota NATO dan sekutu utama Ukraina, menandatangani perjanjian yang melarang penggunaan dan transfer bom cluster. Meski demikian, Rusia, AS, dan Ukraina tidak menandatanganinya.
Bom cluster adalah bom yang dapat terbuka di udara dan melepaskan puluhan atau ratusan bom kecil yang dapat tersebar di area seluas beberapa lapangan sepak bola.
Bom yang tersebar dan tidak meledak di kawasan sipil dapat menimbulkan bahaya bagi warga bahkan bertahun-tahun kemudian.
Menteri pertahanan Ukraina mengatakan senjata itu “akan secara signifikan membantu kami untuk menduduki kembali wilayah kami sambil menyelamatkan nyawa tentara Ukraina.”
--Dengan asistensi Alberto Nardelli dan Daryna Krasnolutska.
(bbn)