“Bukan hanya soal gaji saja, tetapi juga akomodasi. Orang yang baru dipindahkan ini harus ada tempat tinggalnya di sekitar Bandara Kertajati. Sudah ada fasilitas perumahannya belum? Kalau belum, mereka harus tinggal agak jauh dari bandara dan ini maskapai juga harus menyediakan sarana transportasi yang tidak murah,” terang Alvin.
Tantangan Teknis dan Bisnis
Dalam hal kendala teknis, dia mengelaborasi bahwa setiap bandara yang dilayani oleh maskapai harus menyediakan para teknisi dan standar minimum untuk peralatan pesawat; seperti suku cadang dan komponen lain untuk perawatan ringan. Tentunya, hal ini juga membutuhkan waktu dan biaya yang tidak murah.
Dari sisi bisnis, sambungnya, maskapai harus melakukan banyak rotasi pesawat untuk melayani sebuah rute. Hal ini harus dimanfaatkan untuk rute-rute yang menguntungkan secara trafik, keterisian, dan bisnis.
Baca Juga: Salah Strategi, Ini Pemicu Bandara Kertajati Berisiko Rugi Besar
“Sebab, satu pesawat itu hanya bisa digunakan 8—10 jam saja [jam operasionalnya], sehingga lebih baik dimanfaatkan untuk melayani rute-rute padat,” ujarnya, merujuk bahwa lalu-lintas penerbangan di Bandara Kertajati masih sangat lowong.
Tidak hanya itu, maskapai juga harus melakukan kajian mendalam untuk kelaikan rute, termasuk mempertimbangkan apakah rute tersebut menguntungkan bisnisnya atau tidak. Terlebih, maskapai penerbangan merupakan bisnis dengan pertaruhan yang mahal.
“Permasalahannya, untuk Bandara Kertajati saya tidak yakin kalaupun maskapai masuk, ini keinginan dari merekaa atau kelaikan pasar, tetapi lebih banyak karenaa desakan pemerintah agar mereka melayani rute Kertajati. Kalau maskapai rugi nanti akan menghentikan operasinya,” katanya.
Di lain sisi, pengamat penerbangan Gatot Raharjo mengatakan maskapai bisa mendulang cuan jika beroperasi di bandara yang terletak di Majalengka, Jawa Barat itu asalkan akses sarana transportasi menuju ke sana ditambah. Jalan tol Cileunyi—Sumedang—Dawuan (Cisumdawu) saja dinilainya tidak cukup.
Menurutnya, potensi pasar penumpang maskapai dari dan ke Bandara Kertajati sebenarnya cukup besar. Tidak hanya dari masyarakat di Bandung, tetapi juga wilayah Jabar lainnya mulai dari Majalengka hingga ke Cirebon yang semuanya cenderung mengarah ke kawasan Kertajati.
“Potensinya besar cuma harus dibantu beberapa hal, terutama akses dari Bandung ke Bandara Kertajati sendiri. Sekarang ada Jalan Tol Cisumdawu, tetapi selain tol, harus ada angkutan umumnya kayak bus kalo bisa sih dibuat kereta api,” ujarnya saat dihubungi, Kamis (13/7/2023).
Baca Juga: Sandiaga Uno Ungkap Masa Depan Bandara Kertajati
PT Angkasa Pura II (AP II) sebelumnya memastikan Bandara Internasional Kertajati sudah siap untuk mengakomodasi peningkatan trafik penerbangan mulai Oktober 2023. Pada saat beroperasi, penerbangan komersial berjadwal berbasis pesawat jet dari Bandara Internasional Husein Sastranegara Bandung akan direlokasi ke Kertajati.
Pada saat Kertajati beroperasi penuh, Bandara Husein Sastranegara akan nantinya melayani angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri dengan pesawat baling-baling, angkutan udara niaga tidak berjadwal dalam negeri, serta angkutan udara bukan niaga dalam negeri seperti penerbangan militer, kenegaraan dan evakuasi medis.
Pertama kali diresmikan operasionalnya sejak 24 Mei 2018, bandara ini ditunjang dengan landas pacu 2.500 meter dan diperpanjang menjadi 3.000 meter pada November 2018. Kapasitas bandara ini mencapai 29 juta penumpang per tahun, dan 1,5 juta ton kargo per tahun. Namun, masih banyak ruang untuk memperluas kapasitas tersebut.
Mengutip laman resmi AP II, investasi awal bandara tersebut ditaksir mencapai Rp2,8 triliun. Bandara itu sudah direncanakan sejak era Presiden Megawati Soekarnoputri, dengan studi kelayakan dimulai sejak 2003 dan penetapan lokasi pada 2005.
Selama tujuh tahun sejak penetapan lokasi, tidak ada kegiatan fisik yang menyebabkan izin penetapan hangus lantaran proyek tak kunjung dimulai. Pengerjaan awal Bandara Kertajati baru dimulai 2014 untuk pembersihan lahan dan pondasi.
Setelah dijadikan proyek strategis nasional (PSN), pembangunan Kertajati dilakukan selama 2015—2017 dengan menggunakan anggaran Kementerian Perhubungan. Untuk mengoperasikan bandara itu, Kemenhub pada 22 Januari 2018 memfasilitasi kerja sama antara Pemprov Jawa Barat, PT Bandara Internasional Jawa Barat, dan AP II.
(wdh)