Kurs tengah transaksi BI untuk euro pada 12 Januari 2023 ada di Rp 16684,55/EUR. Jadi EUR 3,5 miliar sepadan dengan Rp 58,39 triliun.
Rencana penerbitan green bond perdana oleh India sudah masuk radar pelaku pasar. Investor Jepang dan Inggris sudah menantikan penerbitan ini, menurut beberapa orang yang mendapatkan informasi.
“Kita mungkin akan melihat permintaan yang sehat, terutama dari investor domestik,” ujar Nicole Lim, Fixed Income ESG Analyst di abrdn plc yang berbasis di Singapura.
India mungkin terlambat masuk di pasar green bond, tetapi sejatinya belum banyak yang terlibat di pasar ini terutama negara-negara di luar Eropa. Saat ini sudah 27 negara yang menerbitkan green bond, terbesar adalah Prancis dan Jerman.
Mendapatkan pendanaan murah menjadi penting bagi upaya mencapai target penggunaan energi terbarukan di India. Saat ini India masih bergantung pada energi fosil, dengan pangsa lebih dari 50%.
Selain untuk meningkatkan kapasitas pembangkit energi terbarukan, uang yang didapat dari penerbitan green bond juga bisa digunakan untuk membangun infrastruktur adaptasi dan mitigasi cuaca ekstrem.
Korporasi di India, meski menerbitkan green bond, tidak selalu memberikan predikat green. Sebab, di India belum ada skema untuk pembiayaan ESG. Adanya penerbitan dari pemerintah bisa merangsang korporasi untuk melakukan perubahan.
Perusahaan di India sudah menerbitkan obligasi ramah lingkungan senilai US$ 26 miliar (Rp 403,7 triliun). Kebanyakan untuk membangun proyek energi terbarukan.
(aji)