Keduanya juga memiliki ekonomi yang terintegrasi dengan 450 juta konsumen di Uni Eropa dan 650 juta konsumen di ASEAN. Ia menekankan bahwa potensi tersebut tidak boleh dibatasi oleh kebijakan hambatan perdagangan.
“Potensi-potensi tersebut tidak boleh dibatasi dengan adanya kebijakan hambatan perdagangan seperti European Union Deforestation Regulation (EUDR) dan European Union Enforcement Regulation (EUER),” tegas Menlu Retno.
Untuk itu, kedua pihak harus mencari solusi bersama melalui mekanisme ASEAN - UE seperti Joint Working Group on Palm Oil. Di samping itu, ASEAN dan Uni Eropa juga harus memperkuat kemitraan strategis yang berbasis pada prinsip saling menghormati dan saling menguntungkan.
“Indonesia berharap kerja sama strategis ASEAN - UE dapat diperkuat dengan berlandaskan pada prinsip saling menghormati dan saling menguntungkan,” jelas Menlu Retno.
Dalam petemuan tersebut, negara-negara ASEAN mengapresiasi sejumlah pencapaian, di antaranya suksesnya KTT ASEAN-Uni Eropa di Brussel, kerja sama maritim dalam kerangka Indo-Pasifik, peningkatan perdagangan dan investasi, kerja sama transisi energi, sosial budaya, dan kesehatan.
Pertemuan tersebut juga menggarisbawahi pentingnya penyelesaian isu Laut China Selatan, keprihatinan atas situasi di Ukraina, dan Semenanjung Korea.
Sejumlah negara ASEAN juga menyampaikan keprihatinan atas pemberlakuan Undang-undang Uni Eropa soal deforestasi (EU Deforestation Regulation) yang dianggap menghambat masuknya produk negara ASEAN ke pasar Uni Eropa. Selain itu, pertemuan juga mendorong penyelesaian Perjanjian Perdagangan Bebas (Free Trade Agreement/FTA) ASEAN dan Uni Eropa.
(bbn)