"Besarnya spending tidak menentukan kualitas dari outcome. Tidak ada data yang membuktikan bahwa spending makin besar, derajat kesehatannya makin baik," kata Budi.
Budi ada benarnya. Mengutip catatan Bank Dunia, angka harapan hidup Indonesia pada 2021 adalah 67,57 tahun. Ini adalah angka terendah sejak 2005.
“Indonesia telah mencapai kemajuan yang luar biasa dalam hal kesehatan anak dan perempuan dalam 1 dekade terakhir. Namun, malnutrisi masih menjadi tantangan utama dan stunting masih cukup tinggi meski sudah ada upaya pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut,” sebut laporan Bank Dunia.
Serapan Anggaran Minim
Selain itu, sejak 2010 ternyata realisasi penyerapan anggaran kesehatan sangat minim. Nyaris tidak pernah mencapai 5%, kecuali pada 2021 karena Indonesia masih bergulat dengan pandemi Covid-19.
Selama periode 2010-2021, rata-rata realisasi belanja kesehatan adalah 2,56% tiap tahunnya.
Periode | Anggaran Kesehatan (Rp Triliun) | Belanja Negara (Rp Triliun) | Persentase (%) |
2010 | 18,79 | 1042,12 | 1,80 |
2011 | 14,09 | 1295 | 1,09 |
2012 | 15,18 | 1491,41 | 1,02 |
2013 | 17,58 | 1650,56 | 1,07 |
2014 | 10,89 | 1777,18 | 0,61 |
2015 | 23,22 | 1806,51 | 1,29 |
2016 | 59,64 | 1864,27 | 3,20 |
2017 | 57,22 | 2007,35 | 2,85 |
2018 | 61,86 | 2213,11 | 2,80 |
2019 | 79,01 | 2309,28 | 3,42 |
2020 | 105,09 | 2595,48 | 4,05 |
2021 | 211,33 | 2786,41 | 7,58 |
Sumber: Badan Pemeriksa Keuangan
Riset The Analysis of Regional Expenditure on the Provision of Health Workers in the Community Health Center (Puskesmas) karya Muhammad Bayu Ismoyo yang dimuat di Journal of Governmental Studies terbitan April 2023 mengungkapkan fenomena menarik. Alokasi anggaran kesehatan ternyata tidak menjamin ketersediaan sumber daya manusia di Puskesmas, yang menjadi fasilitas kesehatan tingkat I yang sangat dekat dengan rakyat.
Hasil riset tersebut menyatakan setidaknya ada dua faktor utama mengapa Puskesmas kekurangan personel, di tengah tingginya anggaran kesehatan. Pertama, perencanaan sumber daya manusia yang kurang memadai.
“Ini karena minimnya data pendukung, perencanaan yang kurang efektif, dan ketiadaan sumber daya perencanaan kesehatan,” tulis riset itu.
Kedua, anggaran gaji pegawai masih tinggi. Ini membuat ruang fiskal untuk belanja lain seperti infrastruktur kesehatan dan alat-alat kesehatan menjadi lebih terbatas.
“Pada akhirnya, belanja untuk hal-hal yang lebih produktif akan berkurang,” sebut riset itu.
Oleh karena itu, ada baiknya pemerintah meningkatkan kualitas aparat negara pelaksana kesehatan agar mampu menelurkan program dan proyek yang efektif, efisien, dan berdampak nyata. Sebab jika kualitas pelaksanaan masih seperti sekarang, maka anggaran yang besar akan sulit meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan rakyat.
(aji/evs)