Sejak menjadi pemimpin Partai Demokrat 66 atau D66 pada 2020, Kaag sudah menghadapi banyak ancaman pembunuhan. Dua tahun setelahnya, ia menjadi Menteri Keuangan perempuan pertama di negara itu setelah memenangkan 24 kursi dalam pemilu setahun sebelumnya.
Politik progresif dan gendernya kerap membuat Kaag menjadi target serangan. Seperti awal tahun ini, ia dihadang oleh massa yang marah dengan membawa obor saat ia sedang melakukan kunjungan kerja. Begitu juga dengan tahun lalu saat seorang pria membawa obor menyala ditangkap di luar kediamannya.
Insiden-insiden tersebut membuat kedua putri Kaag, yang mengkhawatirkan nyawanya, meminta sang ibu untuk berhenti dari pekerjaan pada Mei. Kaag pun menyetujui permintaan keluarga, dan mengatakan akan tetap menjabat sebagai Menteri Keuangan sampai pembentukan kabinet berikutnya.
"Saya belum tahu apa yang akan saya lakukan ke depannya," kata Kaag saat ditanya soal rencana meninggalkan Belanda.
Keputusan Kaag untuk mundur sebagai Menteri Keuangan kemungkinan akan berdampak pada sikap Belanda di Uni Eropa. Belanda secara historis beroperasi pada spektrum hawkish dari Uni Eropa, dengan Rutte memimpin perlawanan terhadap dana pemulihan pandemi pada 2020. Kaag lebih banyak terlibat dengan mitra Uni Eropa saat mencoba menemukan keseimbangan dengan negara anggota yang tidak terlalu konservatif dalam masalah-masalah yang rumit.
Kaag sebelumnya pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri, namun mundur pada 2021 setelah parlemen Belanda tidak sepakat dengan penanganannya terhadap evakuasi Afghanistan. Ia memulai kariernya di Royal Dutch Shell dan telah tinggal dan bekerja di Beirut, Vienna, dan Khaortoum.
Pada 2014, Kaag memimpin misi untuk menghancurkan senjata kimia Suriah pada 2014.
(bbn)