Dalam kasus tersebut, debitur KSP Intidana, Heryanto Tanaka tak terima pada putusan PN Semarang yang membebaskan Budiman. Dia pun meminta kuasa hukumnya, Yosep Parera memastikan majelis Kasasi di MA akan menghukum Budiman.
Heryanto kemudian berkomunikasi dengan Dadan Tri Yudianto yang memiliki kenalan orang berpengaruh di MA. Belakangan orang tersebut ternyata adalah Hasbi Hasan. Sebagai imbalan, Heryanto mengirimkan Rp11,2 miliar kepada Dadan yang sebanyak Rp3 miliar di antaranya diberikan pada Hasbi.
Keinginan Heryanto sebenarnya terkabul karena MA menjatuhkan pidana penjara selama lima tahun kepada Budiman. Akan tetapi, KPK justru mengendus proses transaksi suap tersebut dengan menangkap Yosep Parera dan dua hakim agung yang terlibat yaitu Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh.
KPK kemudian membuka penyelidikan dan penyidikan baru usai para tersangka dalam OTT mendapat vonis pengadilan. Lembaga antirasuah tersebut menjerat Hasbi dan Dadan berbekal dakwaan dan kesaksian dalam persidangan Yosep Parera di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Hakim dan Guru Besar yang Jadi Sekretaris MA
Hasbi Hasan adalah hakim dan akademisi yang memiliki karier dan kiprah moncer. Dia mulai karier peradilannya dengan menjadi hakim agama di Pengadilan Agama, pada 1997.
Dia mulai bersentuhan dengan Mahkamah Agung saat menjadi Asisten Ketua Muda Mahkamah Agung di Lingkungan Peradilan Agama; dan Asisten Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Non-Yudisial, awal 2000an. Karir terus menanjak hingga menjadi Kepala Bagian Kesekretariatan Pimpinan; Direktur Pembinaan Administrasi Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama; hingga Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan MA.
Hasbi kemudian menjabat eselon I yaitu Sekretaris MA pada Desember 2020. Dia menggantikan Nurhadi yang lebih dahulu menjadi pesakitan KPK pada kasus makelar perkara pengadilan.
Alih-alih memperbaiki gambaran tentang sosok Sekretaris MA, Hasbi Hasan justru menunjukkan bagaimana posisi tersebut sangat rentan terhadap praktek korupsi.
Guru Besar Universitas Lampung ini juga memiliki rekam jejak sebagai akademisi. Dia pernah menjadi pendidik di sejumlah perguruan tinggi seperti IAIN Raden Intan; Sekolah Tinggi limu Dakwah Mastal Mutsammid; dan Universitas Jayabaya.
(frg/ezr)