Alhasil, selain dinilai memuat pasal-pasal problematis yang dikhawatirkan dapat memicu ketidakpastian baru di sektor kesehatan, protes terutama juga ditujukan terkait proses legislasi yang dianggap tidak transparan, terburu-buru dan mengabaikan masukan serta rekomendasi masyarakat sipil juga pemangku kepentingan seperti para nakes dan organisasi profesi sektor kesehatan.
"Kami melihat proses yang tidak transparan dan inklusif dalam penyusunan RUU Kesehatan. Di sisi lain, proses konsultasi publik sangat singkat, minim, dan tertutup. Seluruh rangkaian proses tersebut menyulitkan seluruh masukan masyarakat sipil terefleksi dalam undang-undang ini,” kata founder dan CEO Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives Diah Satyani Saminarsih dalam keterangan resmi, Rabu (12/7/2023).
Siapa Diuntungkan?
Begitu omnibus law sektor kesahatan itu diloloskan menjadi Undang-Undang, saham-saham di sektor healthcare langsung meroket.
Sektor healthcare di bursa saham tercatat melesat ke posisi tertinggi sepanjang 2023 pada Februari lalu ketika pertama kali omnibus law kesehatan masuk di Prolegnas. Pada saat ketok palu DPR mengesahkan UU Kesehatan, indeks sektor kesehatan naik sampai 3% dalam sehari.
Selama dua hari terakhir sejak beleid kontroversial itu disahkan, yakni 11-12 Juli, saham-saham sektor kesehatan serempak menghijau. Di antaranya, saham RS Mitra Keluarga dengan kode emiten MIKA menguat 5,69% dalam dua hari terakhir menjadi Rp2.750/saham.
Lalu, saham RSU Royal Prima dengan ticker PRIM juga melesat 4,5%, disusul saham CARE (RS Metro Hospital dan RSIA Bunda Sejahtera) juga langsung meroket hampir 5%.
Saham RS Hermina dengan kode HEAL juga langsung mencetak kenaikan 4%, sebelum akhirnya terkoreksi 0,34% pada penutupan bursa Rabu (12/7/2023). Begitu juga saham RSIA Bunda dengan ticker BMHS yang terbang 5,03% pada Selasa lalu meski akhirnya terkoreksi 0,53% kemarin.
Tidak ketinggalan saham pemilik jaringan rumah sakit EMC Hospitals dengan kode SAME mencatat kenaikan hingga 7,43% selama 10-11 Juli sebelum akhirnya terkoreksi 1,08% pada penutupan perdagangan kemarin. 'Juara' kenaikan harga saham tertinggi diraih oleh saham jaringan RS Siloam yang langsung meroket 9,89% pada 11 Juli lalu ketika UU Kesehatan disahkan.
Bukan hal mengagetkan bila pengesahan omnibus law sektor kesehatan itu langsung melambungkan harga saham healthcare utamanya jaringan rumah sakit dengan cabang yang sudah menggurita. UU Kesehatan memuat banyak aturan baru yang memberi keleluasan jauh lebih besar bagi pemilik rumah sakit untuk berekspansi menggaet cuan bisnis kesehatan.
Beleid ini, bisa disebut, karpet merah bagi pebisnis rumah sakit swasta.
"RUU Kesehatan yang baru saja disahkan akan meningkatkan pasokan dokter, terutama dokter spesialis di Indonesia dalam jangka menengah-panjang. Ini merupakan sentimen positif bagi operator rumah sakit karena prospek pertumbuhan jangka panjang akan membaik," kata Henry Wibowo, Executive Director and Head of Indonesia Research & Strategy JPMorgan kepada Bloomberg Technoz.
Ada beberapa alasan mengapa pebisnis rumah sakit swasta akan sangat diuntungkan dengan beleid baru ini.
Pertama, pasal 209 yang mengatur tentang pendidikan profesi bidang kesehatan. Pada pasal 2 disebutkan, selain perguruan tinggi, rumah sakit juga dibolehkan menyelenggarakan pendidikan profesi bidang kesehatan untuk program spesialis dan subspesialis. Selama ini 'produksi' dokter spesialis hanya oleh Universitas atau RS tertentu.
Jumlah dokter spesialis di Indonesia baru sebanyak 51.949 dokter. Dengan target rasio 0,28:1000, masih ada kekurangan tenaga dokter spesialis hingga 30.000 orang, berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan.
Berdasarkan data Bank Dunia, rasio dokter dibanding jumlah penduduk di Indonesia mencapai 6:10.000, jauh lebih rendah dibanding Singapura 25:10.000 dan Thailand 9:10.000 penduduk. Kurangnya pasokan dokter membuat banyak orang Indonesia berobat ke luar negeri dengan nilai pengeluaran mencapai US$11,5 miliar dalam setahun.
Kekurangan itu yang menjadi alasan bagi pemerintah membolehkan rumah sakit swasta bertindak sebagai penyelenggara pendidikan dokter spesialis dengan bekerja sama dengan rumah sakit pendidikan yang ada, kolegium dan perguruan tinggi.
Dengan keleluasan 'memproduksi' dokter spesialis sendiri, rumah sakit swasta akan memiliki daya tarik lebih besar dengan kehadiran layanan dokter spesialis yang lebih lengkap, misalnya bila dibandingkan dengan rumah sakit milik pemerintah. Apalagi bila dibanding rumah sakit pemerintah daerah di daerah-daerah pelosok.
Ekspansi rumah sakit swasta juga akan lebih cepat terutama ke kota tier 2 dan kota tier 3 berkat program spesialisasi baru tersebut, menurut Analis CGS CIMB Sekuritas Ryan Winipta dan Nathania Giovanna Adjie dalam riset dikutip Rabu (12/7/2023).
Kedua, penghapusan angka persentase kewajiban alokasi (mandatory spending) sebesar 5% untuk APBN dan 10% bagi APBD untuk sektor kesehatan pada akhirnya menandai langkah fundamental pemerintah RI memberi bobot lebih besar bagi peran swasta di sektor kesehatan. Sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
UU Kesehatan yang baru mengubah mandatory spending menjadi anggaran berbasis kinerja yang mewajibkan fasilitas kesehatan dan pemerintah daerah mengajukan program terlebih dulu untuk mendapatkan anggaran kesehatan.
Dari kacamata kritis, ketiadaan mandatory spending tersebut dinilai dapat kian memudarkan komitmen pemerintah daerah dalam memprioritaskan program kesehatan yang layak dan merata bagi masyarakat.
Selama ini, dengan anggaran wajib sekalipun, pemerataan layanan kesehatan masih jauh dari harapan. Masih ada 58 dari 514 kabupaten/kota di Indonesia yang proporsi anggaran kesehatannya di bawah 10% pada 2021, dengan distribusi alokasi yang timpang, menurut catatan CISDI. Penghapusan anggaran wajib ditakutkan menurunkan kualitas layanan kesehatan oleh rumah sakit daerah dan ujung-ujungnya masyarakat juga yang dirugikan.
“Prioritas pembangunan kesehatan nasional sulit terlaksana di daerah karena dalih keterbatasan anggaran. Sektor kesehatan kerap tidak menjadi prioritas dalam penyusunan rencana pembangunan daerah. Hilangnya mandatori belanja anggaran kesehatan membuat tidak ada jaminan atau komitmen perbaikan untuk menguatkan sistem kesehatan di tingkat pusat maupun daerah,” kata Diah.
Kualitas RSUD dicemaskan akan semakin menurun dan pada akhirnya ditakutkan tidak akan mampu bersaing dengan layanan RS swasta terutama yang memiliki dukungan kapital besar. Itu menjadi potensi keuntungan bagi pelaku bisnis sektor kesehatan dengan peluang menarik lebih banyak pasien, terutama pasien dengan kekuatan finansial lebih besar, dalam mencari layanan terbaik.
Ketiga, rumah sakit swasta bisa mendatangkan alias 'impor' tenaga dokter asing. Pasal 246 yang mengatur tentang izin praktek dokter warga negara asing (WNA), membolehkan rumah sakit mempekerjakan dokter asing cukup dengan Surat Tanda Rekomendasi (STR) dan Surat Izin Profesi (SIP) di mana STR berlaku untuk dua tahun dan bisa diperpanjang hingga dua tahun berikutnya.
Rumah sakit dengan jaringan global serta dukungan kapital kuat akan lebih unggul dalam mendatangkan dokter asing sebagai daya tarik layanan.
-- dengan bantuan laporan Houtmand Saragih, Wike D. Herlinda, dan M. Julian Fadli.
(rui/aji)